-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Mimpi yang Terbuang dari Pembangunan || Catatan Tercecer (Eps 1)

| Minggu, Februari 05, 2023 WIB Last Updated 2023-02-04T18:33:53Z

 Mimpi yang Terbuang dari Pembangunan


 Mimpi yang Terbuang dari Pembangunan


NARASI TERCECER, Felikshatamid.com-Mungkin saja aku kaum terbuang dari  berbagai cerita pembangunan. Hiruk pikuk kemajuan seakan semakin jauh dari harapan. Setetes embun pun kemajuan yang turun akibat pembangunan tidak pernah digenggam. Di sana mereka menceritakan tentang pembangunan, di sini masih meratap dalam harapan.


Mengulas tentang kemajuan, bahkan berteriak bila sedikit saja menyimpang. Di sini, ketertinggalan selalu menjadi luka. Kemajuan selalu menjadi mimpi. Mimpi yang tidak pernah terwujud. Kini, sampai pada generasi ini, pembangunan yang berakibat pada kemajuan selalu menjadi mimpi. Mimpi yang selalu diwariskan. Kisah pilu yang selalu awet dari leluhur. Apakah kami dilahirkan untuk mewariskan mimpi yang tidak kunjung terwujud? Tentu  kami bukan lahir di negara mimpi yang  bahagia oleh imajinasi dan retorika saja? Kami lahir di negara yang nyata. Indonesia. Namun kemajuan belum secara nyata hadir di sekeliling kami.


Tentang infrastruktur jalan raya dan jaringan, air minum bersih dan listrik, adalah mimpi yang terus kami wariskan sejak dahulu. Entah kapan mimpi itu terwujud, mereka yang memiliki kuasa saja yang bisa menjawabnya. Pergantian pemimpin di negeri ini bukanlah mimpi, tetapi kenyataan yang terjadi lima tahun sekali. Sebab kami yang terbuang dari pembangunan ikut berpartisipasi menyalurkan hak suara. Berharap kelak mimpi menikmati pembangunan mengusir ketertinggal terwujud.


Berbeda pilihan saat pemilu, tidaklah menjadi alasan menguburkan harapan menikmati kemajuan. Perbedaan itu sah-sah saja. Sebab politik adalah pilihan. Pilihan untuk sejalan atau berbeda, pilihan untuk berkoalisi dan beroposisi. Namun satu hal yang tidak bisa diabaikan bahwa kotestatasi pemilihan pemimpin tidak sekedar kekuasan raga tetapi tentang kesejahteraan rakyat.


Di luar sana aliah-alih bicara pemerataaan pembangunan, di sini sedang ratap menanti bagian uluran tangan mereka yang berwenang mengetuk palu pemerataan pembangunan itu. Apakah kami bukan bagian yang diperjuangkan dalam misi pemerataan pembangunan itu?  Ataukah kami memang terbuang setiap kali setelah pemilihan nahkoda negeri ini? Dan akan diperlukan kembali bila suksesi pergantian itu tiba?


Jalan rusak, bahkan tak layak dilewati, pelita selalu menjadi saksi sejak merdeka hingga kini, konsumsi air yang tak layak dikonsumsi manusia selalu menjadi kenyataan, cerita pilu anak sekolah mencari jaringan internet dan mengisi daya Handphone dan kiprah pendidik di tengah keterbatasan fasilitas saat diberlakukannya pembelajaran daring adalah kenyataan perih berbalut luka walau tidak berdarah, hingga duka tangis tidak berair mata.


Semakin sakit bagai luka yang terulang tertusuk duri pada luka yang sama, bila didengar tetapi pura-pura tidak mendengar, melihat tetapi berpura-pura tidak melihat. Inilah rintihan kami. Kami yang terlupakan bahkan terbuang dari kata-kata  yang selalu mereka ucapkan “pemerataan pembangunan adalah penting untuk katalisator pembangunan ekonomi”. Bagi kami, itu adalah kata penenang dan pelepas dahaga setelah mendaki jalan terjal, menumpang di mobil melewati jalan maut yang mempertaruhkan nyawa, memikul hasil bumi ke pasar demi sesuap nasi.


Kalima itu seperti penenang rindu, kala melihat kaki  anak-anak kami  melangkah resah mencari jaringan di tengah hutan, mengisi daya handphone di kampung sebelah. Lagi, kalimat itu untuk sedikit menyakinkan diri mengkonsomsi air yang mengancam nyawa.


Lalu sampai kapan kami bermimpi, untuk sedikit saja menikmati yang oleh orang-orang sebut pemerataan pembangunan.


Alih-alih, berbicara mengatasnamakan kepentingan rakyat, sembari dibungkus dengan dengan misi bonum commune. Lalu, bukankah kami juga adalah rakyat? Bukankah kami bagian dari yang diperjuangkan dalam misi bonum commune itu?


Mengafirmasi gagasan Jean J. Rousseau bahwa politik adalah tentang kehendak umum, dan rakyat adalah habitus implementasi segala tindakan baik. Politik tidak sekedar janji, tetapi konsistensi menepati sebagai petaruh integritas diri atau dengan bahasa lain politik adalah berpijak pada kehendak umum dan berusaha mendegradasi kepentingan kelompok dan individu


Kepada siapa mimpi kaum  terbuang dari pembangunan digaungkan? Mereka yang memiliki kuasa mengetuk palu, menawar janji dan kepada mereka yang telah memberi harapan mimpi ini dipersembahkan.


Ini adalah benar-benar mimpi, kelak mengetuk hati, hingga mengetuk palu wujudkan pemerataan pembangunan. Ini bukan iri bercampur api benci. Tetapi reaksi sebagai bagian dari cinta ibu Pertiwi, berharap jangan ada yang dianak tirikan dari pembangunan.


Ini adalah aspirasi berharap mimpi terealisasi. 


YUK, ikuti konten menarik lainnya di Google News


Iklan

×
Berita Terbaru Update