-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Awal yang Baik atau Baik Diawal Saja Mimpi yang Terbuang dari Pembangunan || Catatan Tercecer (Eps 2)

| Minggu, Februari 05, 2023 WIB Last Updated 2023-02-05T12:29:05Z




Awal yang Baik Atau Baik Diawal Saja  Mimpi yang Terbuang dari Pembangunan || Catatan Tercecer (Eps 2)-Estiawan adalah Pria yang sangat mengagumi sosok seorang gadis berparas cantik. Bagi Estiawan, gadis itu adalah pribadi yang ideal dalam takaran cintanya. Pria berprinsip itu tidak peduli dengan penilaian orang.

 Menurut Estiawan, setiap orang memiliki cara pandang masing-masing tentang sosok ideal. Tidak perlu diperdebatkan, karena beragamnya konsep ideal sejumlah kepala manusia. Sehingga bagi Estiawan, gadis itu adalah sosok ideal di hatinya.

Estiawan mulai merumuskan caranya, menyusun langkah untuk “menaklukan” hati gadis itu. Ia, mencari koleganya, untuk sama-sama merumuskan langkah mana yang harus ditempuh agar mendapatkan gadis itu. Tidak ada hari tanpa membahas gadis itu.

Koleganya selalu mencari dan merumuskan, dan menerapkan langkah itu agar harapan Estiawan terpenuhi. Bagi koleganya, ini bukan harapan Estiawan semata, tetapi kerinduan setiap orang.  Mereka yang sejalan dengan gagasan Estiawan berusaha mencari yang lain dan menyebarkan gagasan-gagasan Estiawan bila mendapatkan gadis itu.

Mereka berusaha sekuat tenaga agar Estiawan bisa melamar gadis itu. Bagi koleganya, ketika Estiawan berhasil mendapatkan gadis berparas cantik itu, maka harapan semua orang yang sejalan dengan Estiawan tercapai. Sebab bagi mereka, harapan dan niat itu akan terwujud bila Estiawan pemegang kendali.

Tidak sedikitpun orang-orang di sekitar Estiawan berlawanan arah. Saling sikut gagasan terjadi, sebab banyak orang yang ingin melamar gadis itu.  Diantara perbedaan itu, selalu ada kata “jangan terlalu ambisius”. Jangan pilih dia, pilihan Estiawan.

Gadis itu bertanya, apa yang ia tawarkan untukku dan untuk semua orang disekitar saya, bila kami memilih dia. Salah satu dari kolega Estiawan menjawab “dia akan membawamu pada sebuah perubahan yang lebih baik. Andai seorang pemimpin, ia akan melakukan suatu perubahan menuju arah yang lebih baik, ia akan melakukan reformasi birokrasi dan memanfaatkan potensi daerah ini sebagai kekuatan untuk meningkatkan kesejahteraan, ia akan membuatmu, saya dan semua orang lebih mandiri.”

Gadis itu dan semua orang yang ada di situ tergugah mendengar jawaban salah seorang kolega Estiawan. Tidak sedikit pula yang mencemooh Estiawan, koleganya dan semua orang yang mendukung gagasan Estiawan. “Andai kamu adalah sebuah wilayah atau daerah yang ditempati oleh banyak orang, dan orang-orang di wilayah itu sedang membutuhkan pemimpin yang mengayomi, berkomitmen dan bercita-cita tinggi untuk membangun daerah itu, maka Estiawan orangnya.” Kata salah satu kolenga itu lagi kepadanya dan orang-orang di sekitar gadis itu.

Perdebatan di sekitar gadis itupun terjadi. Yang mendukung Estiawan menilai dirinya sebagai sosok yang ideal. Sementara yang lain, menganggap Estiawan terlalu ambisius untuk mendapat gadis itu. Menurut mereka, Bhadrika adalah sosok yang tepat, ada juga yang lain berpendapat Adhinatha yang pantas mendaptakan gadis itu. Oleh perbedaan pendapat yang mempengaruhi pilihan itu, terjadilah saling sekat dan mengelompokkan diri sebagai pendukung gagasan Estiawan, atau Adhinatha, dan yang lain menamakan diri sejalan dengan Bhadrika. Seling mengelompokan itu terjadi pada tahun 2020 silam.  

Baik Estiawan, atau Adhinatha, dan Bhadrika sama-sama berbicara dan bercita-cita menciptakan keadilan, kemajuan dan kesejahteraan. Tidak heran bila terjadi polarisasi akibat perbedaan pilihan. Kelompok A lebih memilih Estiawan untuk mewujudkan keadilan, kemajuan dan kesejahteraan, kelompok B memilih Adhinatha dan kelompok C memilih Bhadrika atau sebaliknya. Bagi Raws, kenyataan ini tidak bermasalah, Citra rasa keadilan dan kemajuan serta kesejahteraan adalah panggilan dasariah semua orang berdasarkan pertimbangan rasional masing-masing (Feliks Baghi “Edt” 2012:22—23) Perbedaan itu adalah salah satu ciri khas negara demokrasi. 

Perbedaan itu akan menjadi sebuah kekayaan untuk melakukan perubahan bilamana setiap orang saling mendengarkan, saling terbuka dan saling menerima dan bertindak menembus sekat-sekat perbedaan.  Bagaimana bila salah satu dari  Estiawan, atau Adhinatha, dan Bhadrika berhasil melamar gadis itu? Apakah mereka bisa melihat perbedaan itu sebagai bentuk partisipasi politik atau kesadaran politik di akar rumput? Atau justru melihat itu sebagai tindakan perlawanan?

Tibalah saatnya, tercatat dalam sejarah yakni, 9 Desember 2020. Di tanggal itulah gadis itu memilih seorang yang harus mendampingi dirinya dan membawanya kepada sebuah keadilan dan kesejahteraan. Sulit dipastikan apakah gadis itu memilih Estiawan. Tetapi kenyataanya berdasarkan jumlah suara terbanyak, Estiawan yang mendapatkan gadis itu.  “Selamat Pak Estiawan, Anda sudah berhasil mendapatkan gadis ini,” kata koleganya. “selamat menjalan tugas sebagai orang nomor satu di hati gadis itu, bawalah dan ajaklah kami pada perubahan dan kemandiriaan yang bapak janjikan,” kata yang lain kepada Estiawan.

Tanggal 26 Februari 2021, Estiawan dimeteraikan melalui sumpah untuk menjalankan tanggung jawabnya. Menjalankan tanggung jawab bukan hanya untuk seorang gadis dan koleganya, tetapi juga untuk orang-orang yang menamakan diri kelompok Adhinatha, dan Bhadrika.

Kini Estiawan bukan hanya bertanggungjawab kepada orang-orang tertentu yang mendukungnya melamar gadis itu. Tetapi semua orang yang berada di sekitar gadis itu adalah tanggung jawabnya. Estiawan adalah satu untuk semua orang, bukan lagi satu orang untuk kelompok tertentu. Ini bukan pilihan tetapi kewajiban yang secara jelas diatur secara hukum.

Estiawan menyadari itu. Langsung setelah dimeteraikan melalui janji dan sumpah, ia melaksanakan tugasnya. Baginya, mencairkan kebekuan dan bersatu kembali akibat  polarisasi perbedaan pilihan perlu dilakukan sebelum melangkah jauh. Estiawan telah menunjukkan pentingnya rekonsiliasi politik. Baginya rekonsiliasi sebagai salah satu cara untuk mendamaikan satu dengan yang lain, sehingga mempunyai pandangan yang sama mewujudkan mimpi-mimpi kemajuan.

 Mengafirmasi pandangan Priscilla B.Hayner, rekonsiliasi sebagai usaha sadar yang dilakukan dengan penuh rendah hati untuk membawa, mengajak kembali, dan mengakurkan kembali setiap pribadi dalam hubungan yang harmoni penuh persahabatan. Dengan demikian yang dilakukan oleh Estiawan adalah usaha membangunkan kembali sikap saling menerima, saling menyatu untuk sama-sama bekerja dalam iklim harmoni setelah terjadi perpecahan akibat terpolarisasi oleh perbedaan dukungan politik.

Banyak gagasan yang ditawarkan oleh Estiawan, dan itu adalah barisan kata-kata “keramat” yang bisa diterjemahkan oleh Estiawan dan oleh orang-orang pilihanya. Janji Estiawan kepada seorang gadis yang diucapkan oleh koleganya adalah kata-kata “kramat.” Jalan dan cara menerjemahkan kata-kata itu hanya diketahui oleh Estiawan dengan tetap dibantu oleh orang-orang yang mempunyai kelihaian.  Dengan rekonsiliasi politik yang dilakukan Estiawan, memungkinkan untuk menempatkan partner kerja dengan mengutamakan kelihaian di bidangnya, bukan berdasarkan kedekatan dan atau sebagai ucapan terima kasih.  Bila benar rekonsiliasi politik yang  dilakukan oleh Estiawan, besar kemungkinan tidak adanya patronase politik. Estiawan sudah menunjukkan itu sejak awal.

Ia sedikit demi sedikit memecahkan kata “keramat” itu dalam kenyataan. Banyak yang mengapresiasikan hal itu. Tidak sedikit pula yang pesimis. Hingga muncul pertanyaan apakah “awal yang baik atau baik di awal.” Awal yang baik atau baik di awal saja adalah pertanyaan yang harus selalu muncul sebagai bentuk kontrol publik agar  dijawab sekarang. Jawabannya selalu ada setiap Estiawan melaksanakan amanah rakyatnya.

Jawabannya memang tidak selalu sama disetiap kepala. Apakah menurut A Estiawan sebagai sosok pemimpin ideal? Atau menurut B justru sebaliknya? Pemimpin yang ideal itu adalah ukuran setiap pribadi, menurut cara pandangnya masing-masing, bukan semua orang. Tidak ada kesepakatan tentang  pemimpin ideal, yang diterima oleh masyarakat umum. Alasannya cuma satu, karena setiap orang mempunyai takaran yang berbeda tentang pemimpin ideal. Sehingga tidak ada kesepakatan umum yang diterima oleh umum tentang sosok ideal itu.

Terlepas dari perdebatan ideal itu. Pekerjaan sekarang adalah berjalan bersama Estiawan, mengawal dan mengkritisi sebagai bentuk partisipasi politik demi terciptanya keadilan, kesejahteraan dan kenyamanan. Kelak pertanyaan “apakah awal yang baik atau baik di awal” terjawab.

YUK, Simak konten menarik lainya di Google News


Iklan

×
Berita Terbaru Update