-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Menulis sebagai Panggilan

| Minggu, Januari 29, 2023 WIB Last Updated 2023-01-29T10:07:27Z
Ilustrasi (Sumber: Letangmedia.id)

Felikshatamid.com-Menulis sebagai Panggilan, adalah artikel yang ditulis oleh Sil Joni, dan telah dipublikasikan pertama kalinya di letengmedia.id.


Simak ulasannya berikut ini.


Dalam perspektif fenomenologi kapabilitas, menulis merupakan manifestasi dari kesanggupan dasariah manusia untuk menuangkan ide dan kisah secara kreatif.

Manusia adalah makluk pengisah (homo fabula). Tindakan pengisahan itu dimungkinkan oleh gerakan pengaktualisasian dimensi kapabilitas dasariah tersebut.

Dibandingkan dengan kesanggupan untuk ‘berbicara’ yang relatif tak membutuhkan latihan yang kontinu, kesanggupan untuk menulis membutuhkan dedikasi dan komitmen yang serius dalam mempelajarinya.

Karena itu, untuk sampai pada level konsistensi dalam menulis maka seseorang mesti ‘mencurahkan segenap energi atensinya’ pada aktivitas tersebut.


Intensi utama dari rangkaian penceritaan baik secara oral maupun secara tertulis tentu saja tercapainya sebuah kemungkinan kehidupan yang lebih baik. Ada semacam kerinduan primordial untuk merasakan atmosfer realitas yang lebih baik dari yang terjadi hari ini.

Itu berarti menulis tidak lagi dilihat sebagai hobi dan kegiatan mengisi waktu luang semata, tetapi sebuah jawaban terhadap panggilan untuk memanifestasikan factum kapabilitas fundamental demi terciptanya kebaikan bersama. Jika motivasi ini sudah terinternalisasi dalam struktur personalitas, maka besar kemungkinan aktivitas menulis tidak mengalami hambatan yang berarti.

Saya kira, kita bisa dengan gampang mengidentifikasi pribadi yang menekuni dunia kepenulisan sebagai “panggilan hidup”. Para pengarang dan penulis produktif, bisa dimasukkan dalam kategori spesies yang langka tersebut. Karier kepenulisan mereka tidak terhambat oleh faktor eksternal seperti isu ekonomi dan kondisi politik yang kurang kondusif.

Bagi mereka menulis merupakan jalan hidup untuk berpartisipasi dalam proyek pengisahan perkembangan peradaban sekaligus upaya mentransendensi factum kerapuhan diri. Kesetiaan merespons panggilan untuk mengasah fakultas kapabilitas personal, bisa menjadi strategi ampuh melampaui dimensi keterbatasan diri.

Implikasi praktis dari prinsip ‘menulis sebagai panggilan’ adalah kita tidak ‘setengah hati atau asal-asalan’ dalam menggauli tradisi itu. Jiwa kita tercurah secara total terhadap kebersinambungan aktivitas tersebut. Kalkulasi ekonomis tidak lagi menjadi motivasi yang mendeterminasi dan mengkonstitusi gerak kepenulisan itu.

Jadi, menjadi penulis itu sebetulnya lebih dari sekadar profesi apalagi hobi. Profesi biasanya bergantung pada pamrih dan interes yang bisa dikuantifikasi secara material. Menulis adalah aktivitas rohani sebagai medium pengartikulasian jawaban kita terhadap panggilan primordial untuk merawat unsur kapabilitas sekaligus pengejawantahan ideal terwujudnya model kehidupan bersama yang lebih baik.

Dengan menulis, kita sudah mengukir sebuah sejarah yang akan diingat oleh generasi kita. Dengan menulis, kita sudah memberikan penghargaan pada setiap peristiwa yang terjadi dan tidak terlewat tanpa makna.

Seorang penulis tidak hanya menulis karena sebuah profesi ataupun sepiring nasi, namun seorang penulis akan terus menulis karena itu panggilan hati, dan sudah menjadi nadi yang terpatri dalam perjalanan hidupnya. Dengan perkataan lain, ada yang menulis karena ingin menulis. Jiwanya di situ. Menulis bukan karena berdasar imbalan. Tetapi kalau dapat, itu hanyalah bagian dari bonus.

Kendati demikian, terbang terlalu tinggi pada angkasa idealisme (baca: menulis sebagai panggilan) tanpa mendarat pada realitas konkret, tentu berpotensi menciptakan ‘kerapuhan baru.” Pengkultusan idealisme yang tidak mengakar dalam alam realisme, bisa membuat seseorang jatuh dalam sikap ekstrem yang fatal.

Karena itu, alih-alih mengagungkan yang satu dan mengabaikan yang lain, kita mesti memperhatikan keseimbangan dalam menjalani kegiatan menulis itu. Hidup dalam ketegangan kreatif antara idealisme dan realisme, memungkinkan imajinasi kita semakin berkembang dan produktif.

Benar bahwa menulis itu sebuah panggilan suci, tetapi dalam dan melalui panggilan itu kita bisa mendayagunakan potensi untuk memperkuat basis kehidupan ekonomi sembari terus menyalakan pelita idealisme di tengah dunia.

Meski hanya ‘bermain di media sosial’, kita yang tergugah untuk membangkitkan dimensi kapabilitas bernarasi, mesti tetap berkanjang pada jalan panggilan itu, tanpa mengabaikan kebutuhan lain yang berada pada taraf fisis-biologis. Salam literasi.


*)Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik; Saat ini berdomisili di Labuan Bajo, Manggarai Bara


Iklan

×
Berita Terbaru Update