-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Peranan Kebijakan dan Kebijakan Pendidikan dalam Memajukan Pendidikan Nasional

| Rabu, Desember 07, 2022 WIB Last Updated 2023-01-29T14:30:37Z

Ilustrasi (Sumber:laman24.com)

Peranan Kebijakan dalam Memajukan Pendidikan Nasional


FELIKSHATAMID-com-Semua kebijakan adalah produk hukum yang ditetapkan oleh organisasi, maupun lembaga pemerintah, sebagai upaya memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi untuk dijadikan pedoman dalam mewujdukan tujuan (Elwijaya et al, 2021:67). Maka kebijakan berperan dalam memajukan sistem ekonomi, politik, hukum, budaya, pendidikan dan sebagianya.


Risnawan (2017) menjeleskan bahwa kebijakan sebagai aktifitas politik dan berkekuatan hukum segaja dibentuk berdasarkan pemikiran yang bijaksana dan terarah yang dilakukan oleh organisasi, lembaga maupu instansi pemerintah dalam memecahkan permasalahan untuk mendapatkan keputusan yang sesuai tujuan (Elwijaya et al, 2021:67)


Kebijakan berperan sebagai pedoman agar tidak terjadi lagi kesalahan masa lalu atau kesalahan yang menyebabkan munculnya sebuah kebijakan. Oleh karena itu, Menurut William N. Dun (dalam Wibawa, et.al, 1999: 127) kebijakan tidak terbatas sebagai pemecahan atau pengendalian masalah, sebaliknya mengandung fungsi harapan-harapan di masa depan. 


Bila kebijakan dipahami sebagai kebijakan publik dan kebijakan pendidikan sebagai bagian atau dalam kebijakan publik, maka ada tiga kata kuci yang saling berkaitan, yaitu kawasan masayarakan (public), pendidikan (education) dan kebijakan (policy). Ketiga kata ini membentuk satu kesatuan yang utuh, yang bila dalam praksisnya tidak hanya memajukan pendidikan Indonesia, tetapi memajukan Indonesia seutuhnya, sebagaimana diamatkan pembukaan UUD 1945, yakni 1) Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2) masyarakat Indonesia yang ikut berpatisipasi untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, 3) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dan 3) dan pribadi-pribadi Indonesia yang bertindak dan bergerak berdasarkan sila-sila Pancasila a) Ketuhanan Yang Maha Esa, b)kemanusiaan yang adil dan beradab, c)persatuan Indonesia, d)kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, e) serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Bahwasannya pendidikan sebagai tempat strategis membentuk sumber daya manusia, yang kemudian aoutput pendidikan menjadi akator pelaksana atau perumu kebijakan di berbagai sektor. Hal ini dapat kita pahami dari satu contoh, sebagaimana dikemukakan Widiansyah (2017) bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipengaruhi juga oleh pendidikan, melalui pendidikan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas yang lebih professional di berbagai sektor seperti pertanian, industri, politik, dan dari situlah dampak dan pengaruh pada pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia dari masa ke-masa.


Dari uraian di atas disimpulkan peran kebijakan dalam memajukan pendidikan nasional adalah sebagai instrumen atau pedoman dalam merumuskan arah, tujuan, visi dan misi pendidikan, baik ditingkat pemerintah, organisasi dan penyelenggara pendidikan. Sehingga penyelanggaran proses dan keberadaan pendidikan dapat memberi solusi terhadap sejumlah persoalan ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya dan lain-laian, dengan modal membentuk dan mengembagkan sumber daya manusia.

 

Kebijakan Pendidikan dalam Memajukan Pendidikan Nasional


Mengikuti uraian sebelumnya (lihat pon I&IV) bahwa kebijakan pendidikan dibentuk untuk menyelesaikan permasahalan pendidikan, sehingga peran kebijakan pendidikan adalah sebagai jawaban dan pedoman penyelenggaraan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.


Peran kebijkan pendidikan dalam memajukan pendidikan nasional yaitu 1) penegasan tujuan, 2) pedoman untuk mengatur, mengendalikan, melayani, mempromosikan dan mengendalikan stakeholder di lingkungan kewenangannya, 3) panduan dalam bertindak, 4) landasan strategi dalam pemecahan masalah, 5) pedoman prilaku yang berpotensi sanksi, 6) norma,   konsistensi, peraturan dan substanti, 7) mengatur input, proces dan output dan kebijakan, 8) memberi arah yang berpengaruh pada pembuatan kebjikan yang mengarah pada implementasi dan sasaran (Duke dan Canady dalam Alwidyanto, 2018:6), 8) mengatur alokasi pembiayaan dan penyerapan anggaran pendidikan dari APBN dn APBD (Arwidyanto, et al (2018:11), 9) pedoman dan mengatur kurikulum, rekrutmen tenaga kependidikan, pengembangan professional staf, pengembangan sumber daya, 10) pengelolaan perilaku pendidikan dan penyerapan distribusi sumber pelaksana pendidikan, arahan dan instrument pengembangan pendidikan, yang selanjutnya diinternalisasikan dalam penjabaran visi misi pendidikan agar terapainya tujuan pendidikan melalui langkah strategis pelaksana pendidikan, 11) pendoman umum penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan bagi masyarakat atau pengelola pendidikan, dan kebijakan lainya yang berkaitan langsung dengan maupun tidak langsungdengan pendidikan.


Demikian juga Charles O. Jones (1979) menjelaskan 5 komponen kebijakan pendidikan dalam usaha memajukan pendidikan nasional yaitu; 1) Goal (Tujuan), bahwa kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan yang dicapai oleh individi atau kelompok dalam rentang waktu tertentu. Sehingga kebijakan pendidikan harus memiliki rumusan tujuan yang jelas dan rasional sehingga diterima oleh semua pihak, dan penerapannya terarah; 2) Plans (Rencana), tujuan pendidikan terealisasi bilamana dibuatkan perencaan kerja sesuai tujuan  ditetapkan. Rencana kerja bertujuan untuk mengatur (manajemen) sehingga implementasi kebijakan terarah dan teratur secara jelas;  3) Programme (Program), selanjutnya adalah proses pengembangan program. Program merupakan aktivitas berupa proyek yang nyata berdasarkan tujuan yang telah didesain sebelumnya. Program merupakan upaya yang dilakukan agar tercapainya tujuan dengan cara melihat tingkat keberhasilannya. Pembuatan kebijakan pendidikan diharapkan untuk dapat mengembangkan beberapa alternatif yang dapat dijadikan pertimbangan ketika proses pengambilan keputusan; 4) Decision (Keputusan). Keputusan merupakan sebagai bentuk tindakan dalam penentuan tujuan, pembuatan rencana program, pelaksanaan program, dan proses evaluasi program. Pengambilan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil uji coba terhadap alternatif-alternatif kebijakan pendidikan. Hasil keputusan kebijakan pendidikan harus bersifat rasionalitas agar hasil tersebut dapat diterima oleh berbagai pihak; 5) Efects (Dampak). Dampak merupakan pengaruh yang ditimbulkan setelah kebijakan di laksanakan. Dampak ini dapat berupa sengaja maupun ketidaksengajaan baik berupan dampak priimer maupun dampak sekunder. Dampak juga dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif.a (Elwijaya et al, 2021:69)


Gagasan besar peran kebijakan pendidikan dalam memajukan pendidikan nasional dituangkan dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, dan beberapa kebijakan turunannya, menempatkan pendidikan menjadi kewajiban pemerinatah (pusat dan daerah) untuk menyediakan akses dan kesempatan belajar.


Memajukan mutu pendidikan bukanlah proses sekali jadi, sebaliknya usaha sadar dan terencana yang dilakukan secara menyeluruh dan terus menerus. Sejak awal kemerdekaan pemerintah sebagai penyelanggara negara memberi perhatian serius terhadap dunia pendidikan sebagai wahana untuk membanguan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2023 dan turunannya sebagai upaya untuk mengatur, mengarahkan dan menerjemkan cita-cita pendidikan Indonesia yang diamatkan dalam UUD 1945.


Memajukan Pendidikan Nasional  Melalui Desentralisasi Pendidikan


Sebelum masa reformasi,  penyelenggaran pendidikan sepenuhnya diatur oleh pemerintah pusat, yang dikenal dengan sentralistik, dan cendrung “menyeragamkan/keseragaman” keadaan, potensi, kebutuhan, dan lain-lain ((Taufiqurokhman, 2014:74)


Menurut Whit (Purwanto, et al, 2019:67) desentralisasi adalah pemindahan atau penyerahan kekuasan pengelolan pemerintahan dari hirarki yang paling tinggi kepada hirarki yang paling rendah, senada dijelaskan Smith bahwa desentraliasi adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang memiliki hak otonom. Selanjutnya Hanson mendefenisikan desentralisai sebagai pengalihan kewenangan pengambilan keputusan dan tanggung jawab dengan seperangkat tugas dari tingkatan yang lebih tinggi kepada tingkat yang lebih rendah (Hanson, 2006:9)


Dari pendapat di atas dapat disimpulan bahwa desentrasi adalah penyerahan sejunlah hak, kewenangan, tugas dan tanggung jawab  dari tingkatan yang lebih tinggi kepada tingkat yang lebih rendah. Dalam konteks yuridis Indonesia desentralisasi dan dekonsentrasi termuat dalam Pasal 1 ayat 8—9 UU Nomor 23 Tahun 2024 tentang pemerintah daerah.


Adapun desentralisasi pendidikan adalah tindakan penyerahan secara formal kekuasan pemerintah pusat kepada aktor atau lembaga pendidikan pada tingkat yang lebih rendah dalam suatu wilayah administratif-politis (Agrawal dan Ribot dalam Alwidyanto, et al, 2018:185)


Senada dikemukakan Paqueout dan Lammaert sebagaimana dikutip Rusdiana (2014:243) bahwa desentralisasi kebijakan pendidikan adalah tindakan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengembangkan penyelenggaraan pendidikan di daerah. Pada dasarnya ada empat tingkatan dalam dunia pendidikan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/Kota, dan sekolah atau satuan pendidikan (McGinn dan Welsh, ibid)


Melalui desentralisasi kebijakan pendidikan, pemerintah daerah mendapat kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat terlibat aktif dalam usaha pembangunan pendidikan di daerahya mulai dari tahapan perencanaan, perumusan kebijakan daerah, implementasi, pemantaun kebjikan dan evaluasi (Alwidyanto, et al, 2018:186)


Dari urain di atas disimpulkan desentralisai kebijakan pendidikan adalah pemberian hak dan wewenang, tanggung jawab dan kesempatan yang luas kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengatur, mengarahkan, mengevaluasi, mengembangkan dan menyelenggarakan pendidikan, dengan memperhatikan potensi daerah dan tidak melepaskan diri dari kebijakan pendidikan nasional. 


Kebijakan desentralisasi pendidkan nasional adalah nafas baru dalam usaha memajukan pendidikan nasioanal.Berlandaskan UU nomor 22 Tahun 1999, yang disempurnakan melalui UU Nomor 23 Tahun 2024 tentang pemerintah daerah, dan UU 25 Nomor 199 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, kebijakan pendidikan Indonesia memasuki era baru, yakni keberagaman atau kekhasan daerah diakuai dan masyarakat ikut berperan dalam memajukan satuan pendidikan, melalui UU nomor 22 tahun 1999 kebijakan pembangunan pendidikan didesentralisasikan, lalu sejak masa ini diperkenalkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dan melalui Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah usaha  mendukung pembangunan sumber daya manusia berkualitas (Taufiqurokhman, 2014:102—103)


MBS  sebagai implmentasi konkret kebijakan desentralisasi adalah kemampuan sekolah untuk melibatkan masyarakat berpatisipasi dalam mendukung terselenggarannya pendidikan, seperti orang tua siswa, ketua dan anggota komite sekolah, tokoh masyarakat, dan sebagainya, sehingga tujuan MBS adalah menuntut sekolah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan dan layanan pendidikan yang dirancang secara kolektif dengen komite sekolah (Alwidyanto, et al, 2018:186—191)


Keseriusan pemerintah dalam memajukan pendidkan melalui penguatan sistem pendidikan dan kebijakan desentrasisasi kebijakan pendidikan terus dilakukan, hingga diterbitnya UU Sisdiknas nomor 20 Tahun 2003, dalam pasal 10—11 UU ini secara khusus mengatur hak dan kewajiban pemerintah daerah dan pasal 49 mengatur pengalokasian dana pendidikan masing-masing 20% dari APBN dan APBD.

Oleh: Feliks Hatam


Disclaimer: Dirangkum dari berbagai sumber


Iklan

×
Berita Terbaru Update