KURIKULUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Ilustrasi (Sumber: ujione.id) |
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Homo faber atau animal faber adalah konsep yang melekat dalam diri manusia sebagai pekerja atau makhluk yang terampil. Oleh potensi dan kemampuan berpikir (animal rationale) manusia dapat menunjukkan identitasnya melalui pekerjaan maupun hasil kerjanya. Melalui bekerja manusia dimungkinkan mengembangkan dan mengeksplorasi talentanya menuju pribadi yang otonom.
Mewujudnyatakan potensi melalui karya atau pekerjaan adalah usaha terus-menerus. Usaha untuk mengembangankan potensi diri tidak hanya untuk menghindari penilaian negatif dari atasan atau masyarakat luas, melainkan juga sebagai bentuk penghargaan atas hidup, pekerjaan dan kesempatan memperoleh lapangan kerja. Diakui, setiap pribadi memiliki dorongan internal untuk selalu mengembangkan diri sesuai kebutuhan kerja dan perkembangan zaman.
Usaha pemanfaatan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara berkala dan bertingkat menjadi titik pijak setiap individu, perusahan atau instansi (pemerintah/swasta) dalam upaya mewujudkan tujuan organisasi atau instansi. Melalui manajemen sumber daya manusia yang disingkat MSDM, pemetaan dan pengelolaan sumber daya sebagai input, yakni 6M yang meliputi money (modal atau uang), man (manusia), method (metode), machin (teknologi atau mesin), material (bahan) dan market (pasar), diubah menjadi output (Priyono dan Marnis, 2008:3) Dari MSDM (human resource management) diinternalisasikan melalui manajemen personalia (personnel management) yang secara spesifik mengatur dan menentukan kualitas personalia, mulai dari perekrutan, penempatan dan merancang peningkatan keterampilan pekerja sesuai kebutuhan, sampai pada melakukan evaluasi secara berkala (Supomo dan Nurhayati, 2019 :15)
Strategi manajemen sumber daya manusia yang secara sistematis diimplementasikan melalui manajemen personalia memungkinkan setiap tenaga kerja berkontribusi dalam mewujudkan tujuan. Sehingga tenaga kerja dituntut untuk memanfaatkan kemampuan dan keterampilannya untuk bekerja secara efektif dan efisien. Untuk mewujudkan tenaga kerja yang kompeten dan kaya keterampilan diperlukan usaha peningkatan SDM atau human resource development.
Dikatan Hasibuan, Flippo, Bella dan Sikula (dalam Supomo dan Nurhayati, 2019: 63) peningkatan adalah upaya untuk memperluas kemampuan teknis, teoritis, konseptual, manajerial, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatannya melalui pendidikan dan pelatihan, yang hasilnya diimplementasikan dalam memecahkan persoalan atau kesenjangan kerja. Di sinilah salah satu peranan penting diperlukannya MSDM, yakni perencanaan pengembangan sumber daya manusia (human resource development planning). Harapan mewujudkan kinerja efektif dan efisien, wajib diikuti perencanaan pengembangan sumber daya manusia agar menjamin tersedianya sumber daya manusia yang unggul sesuai yang dibutuhkan. Komitmen pengembangan sumber daya manusia (SDM) salah satunya dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), sehingga kemampuan pengetahuan (knowledge), keahlian (skill) dan sikap (attitude) seseorang atau pegawai ditingkatkan sesuai kebutuhan pekerjaan (Priyono dan Marnis, 2008:89). Menurut Garavan (1997) sebagaimana dikutip Nugraha (2017:21) bahwa, kalau pelatihan sebagai rencana sistematis untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap, maka pendidikan sebagai proses panjang atau serangkaian kegiatan yang bertujuan memperoleh wawasan atau pengetahuan baru dalam usaha mengembangkan diri secara terus menerus. Senada dengan Supomo dan Nurhayati (2019: 63) dan Priyono dan Marnis (2008: 89), di Indonesia usaha peningkatan SDM, salah satunya melalui program pendidikan dan pelatihan disingkat diklat, sebagaimana disebutkan dalam PERKALAN 2013, PERKALAN 2015, PERMENPANRB 2014, PERMENPANRB 2017, dan sebagainya.
Dari gagasan di atas, bahwa urgensi kebutuhan pendidikan dan pelatihan adalah tidak hanya untuk memperbaiki cara kerja, melainkan juga untuk mempersiapkan diri atau individu untuk menghadapi tantangan baru. Oleh karena itu, Payaman Simanjuntak (2005) mengemukakan pendidikan dan pelatihan bagian dari investasi SDM (Iswan,2021:3)
Pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan bukanlah usaha mudah dan sekali jadi, melainkan serangkaian proses panjang yang sistematis dan terukur. Oleh karena itu, perumusan tujuan diklat perlu dilakukan secara matang agar hasil diklat dapat memberi pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja. Hal itu, dapat diejawantahkan melalui perumusan kurikulum pendidikan dan pelatihan. Sebab menurut Iswan (2021). Salah satu komponen utama dalam program pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah kurikulum. Sebelum perumusan tujuan kurikulum, hal utama yang dilakukan adalah analisis kebutuhan kompetensi.
Dimaknai, perumusan tujuan kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah langkah awal yang perlu dilakukan oleh institusi penyelenggara pendidikan dan pelatihan, dengan tetap memperhatikan hasil analisis kebutuhan yang telah dilakukan sebelumnya (Iswan, 2021:189) Secara spesifik dikemukakan Noer (2019), kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah sekumpulan materi berbasis kompetensi dan metode yang digunakan sebagai acuan pembelajaran yang disusun berdasarkan kebutuhan diklat, dan bertujuan untuk mencapai tujuan program diklat. Kesesuaian manajemen kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan kebutuhan diklat, karakteristik peserta, dan pemilihan tutor atau pembimbing menjadi hal penting untuk diperhatikan oleh penyelenggara diklat.
Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Isjuandi dan Anan Sutisna (2021) yang bertajuk “ Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan Calon Kepala Sekolah di Kabupaten Kayong Utara Provinsi Kalimantan Barat, menunjukkan bahwa dari kesesuaian kurikulum 82,50% (kategori sangat baik), kesesuaian narasumber/fasilitator 79,69% (kategori sangat baik), dan kesesuaian kurikulum dengan bahan ajar 74,40% (kategori baik) berhasil mewujudkan pencapaian kompetensi berupa pengetahuan, sikap dan perilaku yang relevan dengan kinerja berkategori sangat baik dengan skor 83,04%, dan keterampilan lainnya yang melekat dengan tujuan diklat berhasil dengan kategori baik, yakni berada diskor 75, 89%, sedangkan 86,30% peserta diklat berhasil diangkat menjadi kepala sekolah (kategori sangat baik atau kategori tinggi)
Hasil penelitian Amri (2018) terhadap implementasi kurikulum di lembaga kursus dan pelatihan program menjahit di Kabupaten Bandung Barat menunjukkan, bahwa telah mengimplementasikan kurikulum dengan sangat baik, terlihat dari kesesuaian isi, sarana dan prasarana. Meski demikian, pada beberapa aspek tertentu belum memenuhi kriteria seperti tenaga pengajar yang masih belum memenuhi standar yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berbeda dengan hasil penelitian Masyhur (2019) yang mengemukakan, bahwa keadaan kurikulum saat ini belum efektif karena hasil pendidikan dan pelatihan tidak mencapai tujuan yang diharapkan, hal ini disebabkan karena kurikulum diklat yang dikembangkan selama ini tidak didahului dengan perencanaan yang matang. Berdasarkan hasil penelitian ini, Masyhur (2019) merekomendasikan agar lembaga yang bertanggung jawab (gugus sekolah sebagai wadah pengorganisasian kegiatan) perlu secara berkala mengevaluasi kurikulum yang digunakan. Hasil evaluasi ini menjadi sumber untuk melaksanakan perbaikan dan pengembangan terhadap kurikulum program pendidikan dan pelatihan selanjutnya.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis kebutuhan di bidang pendidikan dan pelatihan perlu mendapat perhatian serius dari lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan, sehingga dapat merumuskan dan/atau merancang kurikulum pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan. Hal ini mengacu pada Burton dan Merril, bahwa analisis kebutuhan sebagai tindakan sistematis untuk mengidentifikasi ketimpangan atau kesenjangan, sehingga dapat diperbaiki melalui pendidikan dan pelatihan (Hidayat, 2018:8)
Diakui bahwa temuan Masyhur (2019) tidak untuk menggeneralisasikan kenyataan yang terjadi di lapangan sebelum dilakukan kajian lebih mendalam dan komprehensif. Meski demikian, dalam alasan penyusunan kurikulum hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran awal tentang pentingnya menganalisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian, pengorganisasian kurikulum dirumuskan dengan sifat problem solving. Kegiatan analisis kebutuhan diklat, kurikulum dan hasil diklat merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu, urgensi penulisan makalah ini adalah sebagai langkah awal membangun konsep dan pemahaman teoritis seputar: KURIKULUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
- Apakah yang dimaksudkan dengan kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat)?
- Apakah komponen yang termasuk dalam kurikulum diklat?
- Apakah fungsi kurikulum, tujuan kurikulum diklat?
- Bagaimanakah langkah-langkah penyusunan kurikulum diklat?
- Apakah pokok-pokok penyusunan kurikulum diklat?
1.3 Tujuan Penulisan
Menjawab rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penulisan makalah ini bertjuan:
- Untuk mendeskripsikan kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat)
- Untuk menguraikan komponen yang termasuk dalam kurikulum diklat.
- Untuk mengetahui fungsi kurikulum dan tujuan kurikulum diklat.
- Untuk mengetahui langkah-langkah penyusunan kurikulum diklat.
- Untuk mengetahui pokok-pokok penyusunan kurikulum diklat
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat Akademik (Praksis)
Adapun manfaat akademik dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah: Manajemen Seminar, Pelatihan dan Penataran.
Manfaat Teoritis
Penulisa makalah ini untuk memiliki pemahaman dasar secara teoritis tetang kurikulum pelatihan dan pendidikan.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdari dari tiga Bab.
Bab I: Pedahuluan, membahasa tentang latang belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, maanfaat penulisan dan sistimatika penulisan.
Bab II: Pembahasan, membahas tentang: 1) kurikulum diklat; 2) komponen kurikulum pendidikan dan pelatihan, 3) fungsi kurikulum dan tujuan kurikulum diklat, 4) langkah-langkah penyusunan kurikulum diklat, 4) pokok-pokok penyusunan kurikulum diklat..
Bab III: Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran
BAB II
PEMBAHASAN: KURIKULUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
2.1 Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan
Bagian ini menjelaskan tiga hal, yaitu pertama: pengertian kurikulum, kedua: kurikulum pendidikan dan pelatihan, dan ketiga substansi kurikulum pendidikan dan pelatihan.
2.1.1 Pengertian Kurikulum Pendidikan
Menurut Rusman (2009:3) kurikulum adalah seperangkat pedoman kerja yang mengatur arah, muatan isi pelajaran untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan cita-cita pendidikan secara umum dan secara khusus. Lebih lanjut William Reagan menjelaskan, kurikulum sebagai keseluruhan program dan kehidupan di sekolah yang dapat menciptakan pengalaman belajar yang tidak terbatas pada pelajaran-pelajaran, tetapi interaksi antara guru dan siswa, metode pengajaran dan evaluasi, demikian pula Alice Miel menekankan, cakupan kurikulum itu sangat luas meliputi kondisi gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, dan sikap sekolah untuk melayani kebutuhan masyarakat luas dan masyarakat sekolah (pendidik, staf dan siswa), keamanan sekolah dan semua pihak yang mempunyai kepentingan dengan sekolah (dalam Masykur, 2013:14)
Lebih konkret didefinisikan oleh Othanel Smith, W.O. Stanley dan J. Harlan Shores bahwa kurikulum sebagai seperangkat pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada pelajar agar dapat berpikir dan bertindak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) bahwa kurikulum sebagai upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa agar belajar baik di dalam maupun di luar ruangan (ibid.) Harold B. Alberti mengemukakan bahwa kurikulum tidak hanya menyangkut isi mata pelajaran, tetapi mencakup sejumlah seluruh kegiatan di kelas dan luar kelas yang masih menjadi tanggung jawab sekolah (ibid)
Sementara itu, dalam konteks yuridis Indonesia kurikulum diartikan sebagai kumpulan rencana, pedoman dan prinsip yang memuat tujuan, isi dan bahan pembelajaran serta metode penerapan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan nasional (UU Sisdiknas, 2003)
Dari uraian di atas disimpulkan kurikulum pendidikan sebagai seperangkat rencana, yang memuat isi dan materi pembelaran, strategi dan pendoman penyelenggaraan kegiatan sekolah (pendidikan) baik di dalam kelas maupun di luarnya, bertujuan menanamkan pengalaman belajar kepada peserta didik. Kurikulum, lingkungan dan aktor pendidikan, siswa dan orang tua, dan lingkungan serta faktor lainya yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pencapaian program pendidikan, merupakan satu kesatuan atau sebuah sistem yang saling mengait.
2.1.2 Pengertian Kurikulum Diklat
Kurikulum pendidikan dan pelatihan (KPP) adalah kurikulum dalam arti sempit, yaitu kurikulum yang memuat materi, tujuan, strategi dan penilaian sebagai pokok bahasan suatu program pendidikan dan pelatihan (diklat). Namun, penyusunan kurikulum tidak boleh lepas dari unsur-unsur kurikulum itu sendiri, yaitu unsur tujuan kurikulum, unsur pengorganisasian kurikulum, unsur strategi atau metode pengajaran, unsur organisasi materi atau isi pembelajaran dan unsur penilaian (Lubis, 2015). Bila kurikulum pendidikan bertujuan mewujudkan tujuan pendidikan secara mikro dan makro, maka tujuan KPP adalah mewujudkan tujuan pendidikan dan pelatihan.
Nurhayati dan Bachtiar (2017) berkeyakinan, bila pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tanpa kurikulum sebagai pedoman pembelajaran, maka pelaksanaan program tersebut berjalan tanpa arah dan tujuan. Lebih lanjut Abu Saman Lubis menjelaskan, keberhasilan pelaksanaan diklat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang saling saling terkait dengan faktor lainnya, yaitu: (1) peserta diklat, (2) pembimbing atau pengajar, (3) tujuan diklat, (4) muatan isi diklat atau bahan pelajaran, (5) strategi pembelajaran, (6) sarana prasarana, (7) penilaian atau evaluasi, (8) lingkungan/konteks, (9) pengelola pendidikan, (10) struktur atau jenjang; dan (11) kurikulum dan fasilitas (ibid).
Menurut Noer (2019), kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah kurikulum yang dirumuskan secara spesifik dengan berisikan tujuan, materi yang memuat pengetahuan dan keahlian-keahlian khusus yang dibutuhkan oleh peserta, strategi, dan standar evaluasi, yang selanjutnya digunakan sebagai acuan pembelajaran untuk mencapai tujuan program pendidikan dan pelatihan.
Hal senada dijelaskan Iswan (2021), kurikulum sebagai pedoman untuk mewujudkan tujuan program pendidikan dan pelatihan, yaitu pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM). Untuk mendukung pengembangan kompetensi dan keterampilan kerja yang dibutuhkan, maka diperlukan kerangka kurikulum berbasis kompetensi kerja atau sering disebut KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dengan mengacu atau diadaptasi dari hasil analisis jabatan dan analisis kebutuhan (ibid).
Pembelajaran berbasis kompetensi adalmah pelatihan kejuruan yang bertujuan untuk menguasai keterampilan kerja, sikap dan pengetahuan sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan di tempat kerja (PP 2006)
Diuraikan Nurhajati dan Bachtiar (2017: 157), pentingnya kurikulum pembelajaran berbasis kompetensi agar dapat membangun dan meningkatkan berbagai kemampuan dan potensi peserta program pendidikan dan pelatihan untuk mengantisipasi berbagai tantangan dalam pekerjaan dan kehidupannya. Sehingga hasil akhir kurikulum adalah, terwujudnya kompetensi kinerja peserta yang berpartisipasi dalam program diklat. Selanjutnya implementasi pengetahuan atau kompetensi dan keterampilan kinerja dan dalam jabatan tertentu setelah mengikuti program diklat adalah sebagai hasil belajar (learning outcomes).
Pendidikan dan pelatihan (diklat) yang berkualitas tercermin dalam perumusan dan implementasi kurikulum program diklat yang berpedoman pada kompetensi professional sesuai dengan bidang diklat, jenjang dan jabatan, sehingga dapat berdampak pada peningkatan profesionalisme kinerja atau dapat menunjang kinerja individu yang menduduki jabatan tertentu (PERKALAN 2015).
Perlu diperhatikan pula, dalam merumuskan kompetensi sebagai isi kurikulum pendidikan dan pelatihan, selain mengacu pada analisis kebutuhan kerja atau jabatan, tetapi juga berpedonan pada regulasi yang berlaku umum sesuai bidang atau jenis pendidikan dan pelatihan, sehingga hasil program sebagai learning outcomes merata dan seimbang di semua organisasi atau instansi di masing-masing wilayah (PERKALAN 2015, PERMENPANRB 2017 dan PP 2006).
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah kurikulum yang didesain khusus yang berisikan tujuan pendidikan dan pelatihan, materi berbasis kompetensi kerja, strategi, organisasi materi, dan rumusan evaluasi. Kurikulum pendidikan dan pelatihan (KPP) digunakan sebagai pedoman dalam mencapai tujuan pelaksanaan program diklat. Dalam perumusan kompetensi yang akan dicapai, mengacu pada analisis kebutuhan dan berpedoman regulasi yang berlaku umum sesuai dengan jenis dan bidang pendidikan dan pelatihan.
2.1.3 Substansi Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan
Dari urain tentang kurikulum pendidikan (KP) dan kurikulum pendidikan dan pelatihan (KPP) bahwa keduanya mempunyai kesamaan dalam hal struktur atau komponen kurikulum. Namun mempunyai perbedaan dalam hal cakupan dan orientasi. Kalau kurikulum pendidikan atau KP mempunyai cakupan yang luas dari segi tujuan, muatan kurikulum, pengalaman belajar dan evaluasi, maka kurikulum pendidikan dan pelatihan atau KPP dibatasi oleh tujuan program pendidikan dan pelatihan (diklat). Maksudnya, KPP berorientasi pada pencapaian sasaran dan tujuan diklat, yakni kompetensi dan keterampilan kerja baru. Masing-masing jenis dan tingkatan diklat mempunyai karakteristik kurikulum yang berbeda.
Iswan (2021:12) menguraikan, program diklat bertujuan memperluas kompetensi sumber daya manusia (human resource competency), maka dibutuhkan struktur kurikulum yang berbasis kompetensi (competency-based training) yang sering disebut kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Competency-Based Curriculum.
Kalau KPP mengacu pada kompetensi kerja, masing-masing bidang dan jabatan kerja memiliki kebutuhan atau tuntutan kompetensi yang berbeda-beda, maka sebagai input dalam perumusan kurikulum adalah melakukan analisis kompetensi dan kinerja (PP 2000 dan PERKALAN 2011). Secara umum kompetensi kinerja setiap orang atau yang sedang atau akan menduduki jabatan tertentu meliputi aspek pengetahuan atau kompetensi, keterampilan kinerja, sikap dan atau sesuai dengan Standar Kompetensi Kinerja Nasional Indonesia (PP 2006).
Bereferensi pada gagasan sebelumnya disimpulkan substansi KPP adalah ruang lingkup materi dan tujuan penyusunannya, yakni menjawab kebutuhan peserta diklat sebagai tujuan diklat, dan tujuan diklat adalah membentuk kompetensi peserta, kompetensi tersebut dirumuskan dalam kurikulum diklat. Dapat juga dikatakan, kurikulum diklat berorientasi pada problem solving, oleh kompetensi yang diperoleh melalui diklat dapat diimplementasikan untuk menyelesaikan diskrepansi atau kesenjangan kinerja.
2.2 Komponen Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan
Meller dan Siller (1985) sebagaimana dikutip Sabda (2016:293), yang termasuk komponen kurikulum yaitu, 1) tujuan (aims and objectives), 2) isi atau materi (content), 3) proses penyampaian atau strategi (teaching strategies/learning experiences), 4) organisasi kurikulum atau organisasi materi pelajaran (organization of curriculum/ content), 5) penilaian atau evaluasi (evaluation)
Merujuk pada Meller dan Siller (19850), Lubis (2015) menguraikan, komponen-komponen kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) harus memiliki relevansi dengan hakikat atau unsur-unsur kurikulum. Oleh karena itu, komponen-komponen kurikulum pendidikan dan pelatihan yaitu: 1) tujuan, 2) isi atau materi, 3) strategi pembelajaran, 4) organisasi kurikulum, dan 5) evaluasi .
2.2.1 Tujuan Kurikulum
Menurut Nana Syaodih (1988) sebagaimana dikutip Sabda (2016: 47), tujuan kurikulum adalah menanamkan pengetahuan dan menumbuhkan keterampilan kepada peserta didik melalui materi pelajaran dan latihan secara terus menerus dan memberikan kemungkinan agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya dalam kehidupan masyarakat di bawah bimbingan institusi pendidikan (sekolah)
Halnya kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) bertujuan menanamkan pengetahuan/pemahaman baru (new knowledge) dan keterampilan baru (new skills) kepada peserta diklat untuk dapat diimplementasikan sesuai pekerjaannya masing-masing. Iswan (2021:189) mengemukakan komponen penyusunan kurikulum diklat diawali dengan menentukan tujuan kurikulum yang sejalan dengan tujuan pelaksanaan diklat, yang termasuk dalam perumusan tujuan adalah menetapkan gambaran kompetensi yang akan dicapai oleh peserta diklat mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan, menentukan bahan pelajaran sesuai tujuan diklat, strategi pelajaran dan menentukan alat atau instrumen penilaian (evaluasi). Peserta dan pembimbing atau instruktur, ikut dipertimbangan dalam perumusan tujuan kurikulum pendidikan dan pelatihan (Maarif dan Lindawati, 2014:69)
Dari uraian di atas disimpulkan tujuan kurikulum dalam komponen kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) perlu dirumuskan secara runtut dan sistematis dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan peserta, sehingga tujuan diklat tidak terbatas pada memperbaiki kesalahan tetapi menanamkan kompetensi baru kepada peserta. Selain itu, metode pengukuran hasil harus dirumuskan dalam tujuan kurikulum diklat, untuk mengetahui apakah tujuan diklat tercapai atau membutuhkan perbaikan.
2.2.2 Materi atau Isi Kurikulum
Materi kurikulum disusun berdasarkan tujuan kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) dan dimanfaatkan untuk menjawab cita-cita pelaksanaan program diklat (Iswan, 2021:189).Mendukung gagasan (Iswan, 2021), Sarinah (2012:40) mengemukakan beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi sebagai usaha mewujudkan tujuan kurikulum yaitu shahihtingkat kebutuhan, signifikansi, layak dijarkan dan menarik.
Masing-masing dijelaskan sebagai berikut: pertama, materi harus memenuhi unsur sahih (valid) dalam arti, materi yang dipelajari harus benar-benar telah teruji kebenarannya, aktual atau sesuai dengan kebutuhan dan tujuan diklat, tidak ketinggalan zaman dan memberi kontribusi untuk pemahaman masa depan; kedua tingkat kepentingan, penyelenggara diklat harus dapat memastikan materi yang dipilih benar-benar diperlukan untuk dipelajari oleh peserta diklat. Untuk mengetahui tingkat kepentingan materi bereferensi pada hasil analisis kebutuhan; ketiga: kebermaknaan, berarti materi yang dipilih memberi manfaat akademis maupun non akademik. Manfaat akademis yakni memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut oleh setiap individu atau kelompok di tempat kerjanya masing-masing. Sedangkan manfaat non akademik adalah materi yang dipilih memungkinkan dapat mengembangkan kecakapan hidup sehari-hari yang diaplikasikan dalam relasi sosial maupun dalam lingkungan kerja; keempat: layak dipelajari, bahwa setiap materi yang dipilih layak diajarkan dan diperlajari, baik dari tingkat kesukaran maupun dari segi kesesuaian materi untuk digunakan dan sesuai kondisi setempat tertentu. Kelima: Menarik minat, artinya materi yang dipilih harus menarik dan dapat memotivasi peserta untuk dipelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu untuk membangkitkan keinginan untuk pengembangan diri.
Sambil memperhatikan beberapa unsur di atas, Sudjana (2007) sebagaimana dikutip Maarif dan Lindawati (2014:69) menjelaskan, setiap materi yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan (diklat) diarahkan untuk menambah atau meningkatkan pengetahuan (cognitive domain), dan memungkinka peseerta diklat untuk berpartisipasi aktif selama pelatihan melalui pemberian contoh dan materi-materi latihan bersifat pemecahan masalah (problem solving) sebagai upaya pembentukan dan perubahan serta kematangan sikap serta perilaku peserta diklat yang meliputi keterampilan,pengetahuan sikap, dan nilai-nilai (cognitive, affective, dan psychomotor domain)
2.2.3 Strategi Pembelajaran
Pemilihan atau penggunaan strategi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan isi kurikulum. Meski demikian, diusahakan agar proses pendidikan dan pelatihan mengusung konsep PAKEM, yakni Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (Sarinah, 2012:43)
Menurut Mangkuprawira (Maarif dan Lindawati, 2014:80), dalam pelatihan tidak ada strategi yang baik dan tidak ada pula strategi yang buruk, namun pemilihan strategi pendidikan dan pelatihan (diklat) bergantung pada faktor keefektifan ekonomi, isi atau muatan program yang diinginkan, prinsi-prinsip belajar, ketetapan atau kecukupan fasilitas, preferensi, dan kemampuan peserta. Pentingnya memperhatikan faktor-faktor di atas dalam menentukan strategi pembelajaran diklat disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Memiliki kompetensi dan keterampilan kerja adalah hasil yang diharapkan oleh semua peserta diklat setelah mengikuti program diklat. Agar setelah mengikuti diklat setiap peserta memiliki standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) berdasarkan bidang kerja atau jabatan, maka perlu menerapkan prinsip-prinsip belajar.
Priyono dan Marnis (2018:52) menguraikan, prinsip-prinsip belajar pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang mesti diterapkan dalam program diklat yaitu: pertama prinsip partisipatif, yang berarti mengusahakan agar peserta diklat berpartisipasi langsung dalam mempelajari teori dan praktek selama kegiatan diklat berlangsung; kedua repetitif atau pengulangan, artinya beberapa materi kegiatan yang dianggap sulit disampaikan ulang agar diingat oleh peserta diklat; ketiga prinsip relevansi, proses pembelajaran yang dilakukan harus berawal atau berkaitan dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta diklat; keempat umpan balik, untuk mengontrol atau mengecek apakah peserta diklat menguasai telah menguasai materi diklat.
Meski demikian, pada umumnya penentuan strategi pembelajaran diklat tidak terlepas pada jenis diklat, seperti program on job training (OJT) yakni program pelatihan yang dilaksanakan secara langsung pada pekerjaan di bawah bimbingan penyelia (pengawas) atau instruktur, dan program off job training yang merupakan kebalikan dari OJT, yakni program diklat tidak dilakukan secara langsung pada tempat pekerjaan, biasanya dilakukan melalui kuliah, penyajian vdieo, studi kasus, simulasi, belajar terprogram, dan pelatihan simulasi (Maarif dan Lindawati, 2014:81)
2.2.4 Organisasi Kurikulum
Menurut Rusman (2018:57) dan Baksir dan Joko Sudarsono (2014:23) organisasi kurikulum merupakan pola atau desain bahan kurikulum yakni merencanakan, memilih dan mengatur bahan ajar atau materi sesuai tujuan kurikulum, melaksanakan pembelajaran dan evaluasi; tujuannya untuk mempermudah siswa mempelajari bahan pelajaran dan mempermudah melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif.
Lebih lanjut Rusman (ibid) dan Tyler (1950) sebagaimana dikutip Hendrianto dan Apriana (2014: 45) pengorganisasian kurikulum yaitu kontinuitas urutan isi atau bahan (sequence), dan keseimbangan dan keterpaduan (integrasi). Pengorganisasian kurikulum berdasarkan prinsip kontinuitas atau berkesinambungan bersifat horizontal dan vertikal. Kontinuitas bersifat vertikal artinya materi pelajaran atau pendidikan dan pelatihan (diklat) yang diberikan harus memenuhi unsur kesinambungan untuk diperlukan pada pengalaman belajar selanjutnya. Sedangkan kontinuitas bersifat horizontal artinya materi pelajaran atau diklat yang diberikan harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar pada bidang lainya. Sementara organisasi kurikulum berdasarkan urutan isi atau bahan (sequence), berkaitan dengan kontinuitas dan substansi bahan yang dipelajari siswa, dengan menghindari pengulangan materi di setiap tingkat atau jenjang, melainkan diusahakan agar semakin lama atau semakin tinggi tingkat urutan pendidikan/pelajaran pemahaman materi semakin mendalam. Selanjutnya organisasi kurikulum berdasarkan keseimbangan dan keterpaduan (integrasi), berarti organisasi kurikulum memperhatikan keseimbangan dan keterpaduan antara materi pelajaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan kurikulum, yakni 1) keseimbangan terhadap substansi bahan dan isi kurikulum, 2) keseimbangan yang berkaitan dengan cara atau proses belajar, dan 3) alokasi waktu dalam kurikulum perlu dipertimbangan (Rusman, 2009:57)
Secara terperinci disebut Sabda (2016 294), yang termasuk dalam organisasi kurikulum adalah 1) Menetapkan tujuan umum pembelajaran (specification of instructional goals) berdasarkan tujuan kurikulum, 2) menetapkan tujuan khusus pembelajaran (specification of instructional objectives), 3) memilih dan menentukan strategi-strategi pembelajaran (selection of strategies), 5) menyiapkan atau menentukan teknik-teknik evaluasi (preliminary selection of evaluation techniques), 6) implementasi strategi (implementation of strategies), (7) Finalisasi pemilihan teknik-teknik evaluasi (final selection of evaluation techniques), dan terakhir (8) Evaluasi pembelajaran (Evaluation of instruction).
Sehubungan dengan itu, menurut Iswan (2021:189) aktivitas mengorganisasi kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah tindakan menetapkan materi diklat, lalu memilih dan menentukan jumlah bahan pelajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan sebelumnya, menentukan strategi implementasi, merumuskan peran atau tugas pokok pembimbing atau instruktur dan peserta sesuai peraturan yang berlaku, dan merumuskan instrumen penilaian penilaian untuk menilai tercapai atau tidaknya tujuan kurikulum kompetensi yang diharapkan.
2.2.5 Evaluasi
Menurut Rusman (2018: 88), evaluasi merupakan bagian dari proses kurikulum. Sehingga Tyler (ibid) mengemukakan, tujuan evaluasi untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi, baik secara statis maupun secara edukatif atau pengamatan.
Evaluasi bersifat komprehensif yang tidak hanya didasarkan pada pengukuran (kuantitatif description) tetapi juga melalui pengamatan (qualitatif description), keduanya bertujuan sebagai sumber untuk menilai keberhasilan suatu program atau kurikulum.
Senada dikemukakan Stufflabean et al. (1971), evaluasi kurikulum bertujuan memberi informasi terhadap pembuat keputusan atau untuk menggambarkan hasil program, sehingga Eisner (1979) menyebutkan lima fungsi evaluasi kurikulum, yaitu:1) untuk mendiagnosis, 2) untuk merevisi kurikulum, 3) untuk membandingan, 4) untuk mengatasi kebutuhan pendidikan, 5) untuk dijadikan sumber dalam penilaian tujuan program, maka evaluasi kurikulum dipahami untuk menilai efektivitas program dan alat bantu dalam implementasi kurikulum (dalam Rusman, 2009:94)
Evaluasi kurikulum pendidikan dan pelatihan tidak terlepas dari prinsip dan tujuan evaluasi kurikulum pada umumnya. Hal ini sejalan dengan gagasan Kaswan (2011) dan Noe (2006), bahwa evaluasi kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah serangkaian aktivitas yang berkesinambungan dalam kurikulum diklat untuk mengidentifikasi efektifitas dasar dan tujuan, strategi, materi dan organisasi kurikulum diklat disandingkan dengan implementasi pelaksanaan diklat, melalui pengumpulan secara sistematis informasi deskriptif maupun data kuantitatif, yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau menilai apakah isi, tujuan, materi atau organisasi kurikulum, jadwal, instruktur, akomodasi, bahan dan lain sebagainya berkontribusi terhadap pembelajaran dan penggunaan materi pelajaran pada pekerjaan (dalam Maarif dan Lindawati, 2014:88).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kurikulum pendidikan dan pelatihan merupakan serangkaian proses penilaian mulai dari input, process, output dan outcome.
2.3 Fungsi Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan
Menurut Alexander Inglis (Masykur, 2013:40), fungsi kurikulum yaitu: 1) fungsi penyesuaian, 2) fungsi integrasi, 3) fungsi diferensiasi, 4) fungsi persiapan, 5) fungsi pemilihan, dan 6) fungsi diagnostik.
Berdasarkan fungsi kurikulum yang dikemukakan di atas, Lubis (2015) menguraikan fungsi kurikulum pendidikan dan pelatihan, yaitu: 1) sebagai alat untuk memandu pencapaian tujuan melalui organisasi kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) sesuai kebutuhan peserta (fungsi penyesuaian atau the adjustive or adaptive function), 2) sebagai alat untuk menentukan jenis materi yang dapat mengakomodir keragaman kemampuan, jenis pekerjaan dan jabatan peserta diklat (fungsi diferensiasi atau the differentiating function), 3) pengontrol proses pendidikan dan pelatihan lanjutan (fungsi diagnostik atau the diagnostic function), 4) pedoman mempersiapkan keseluruhan proses diklat (fungsi persiapan atau the propaedeutic function), seperti persiapan menentukan peserta, kompetensi, materi, metode, pembimbing atau instruktur, waktu, tempat, akomodasi atau pembiayaan, dan sebagainya, 5) pedoman dalam menentukan atau memilih tenaga (pembimbing), materi, metode dan penilaian diktat (fungsi pemilihan atau the selective function), 6) pedoman dalam mengintegrasikan keseluruhan proses diklat dengan kebutuhan peserta, kompetensi yang dibutuhkan dan kompetensi yang tentukan untuk menunjang pekerjaan atau jabatan sesuai pedoman yang berlaku (fungsi integrasi atau the integrating function)
2.4 Tujuan Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan
Pada umumnya tujuan kurikulum adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran (pendidikan). Termasuk didalamnya adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, kompetensi yang harus dicapai setelah mengikuti pembelajaran. Harapan pencapaian keterampilan dan kompetensi perlu dirumuskan secara jelas sebelum pelaksanaan pembelajaran, sehingga dapat diamati dan diukur setelah mengikuti pelajaran (Sabda, 2016:64).
Berpijak pada tujuan kurikulum pada umumnya, maka tujuan kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah secara spesifik dirumuskan untuk mencapai tujuan pelaksanaan diklat. Kurikulum diklat adalah kurikulum yang spesifik, yang memuat kompetensi-kompetensi khusus sesuai kepentingan atau jenis diklat, sehingga setelah mengikuti program diklat, peserta mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian khusus yang menunjang pekerjaan atau syarat jabatan tertentu (Noer, 2019)
Menurut Lubis (2015), tujuan kurikulum diklat adalah sebagai acuan untuk mencapai tujuan dilaksanakannya program diklat. Sehingga Lubis (ibid) menekankan, unsur penting dalam perumusan tujuan kurikulum diklat adalah kompetensi dan keterampilan dirumuskan secara jelas dan dapat diukur atau diamati pencapainnya setelah mengikuti program diklat.
Kurikulum diklat sebagai pedoman bagi penyelenggara dan pembimbing untuk memenuhi kebutuhan peserta diklat dan arah start dalam menentukan instrumen pengukuran keberhasilan pelaksanaan program. Oleh karena itu, Iswan (2021: 189) dan Lubis (2015), menguraikan tujuan kurikulum diklat harus menyentuh tiga aspek, yakni: 1) aspek kognitif atau aspek pengetahuan, misalnya pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, 2) aspek afektif atau sikap yaitu kemampuan yang berhubungan dengan lima kategori, seperti perasaan, emosi, sistem nilai, sikap, merespon, mengaktualisasikan nilai dan konsep melalui karya, 3) aspek psikomotorik atau keterampilan seperti inisiatif untuk memulai dan meniru atau menerapkan hal yang baru, mengimplementasikan materi yang diperoleh, ketetapan dan dapat mengimprovisasi. Perumusan tujuan kurikulum diklat dipersyaratkan sesuai dengan SKKNI yang ditetapkan melalui peraturan yang berlaku, di masing-masing bidang diklat.
Kompetensi kerja yang dimaksudkan adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja dalam hal teknis, manajerial, dan sosial kultural yang dapat diamati dan diukur sesuai dengan standar yang ditetapkan (PP 2006) Dengan adanya standarisasi kurikulum sesuai SKKNI, maka akan terwujud hasil diklat yang efektif dan efisien, seperti terwujudnya pemberdayaan seluruh sumber daya manusia (SDM) dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan keahlian serta sikap kerja yang relevan, unggul, terampil, produktif dan lebih kreatif, seimbang dan merata sesuai bidang kerja masing-masing. Standarisasi kompetensi yang hendak dicapai melalui program diklat yang dirumuskan dalam tujuan kurikulum untuk menjamin mutu atau kualitas input, proses, output dan outcome diklat (PERKALAN 2015)
2.5 Langkah-Langkah Penyusunan Kurikulum
Dari segi struktur, langkah-langkah penyusunan kurikulum diklat masih sama dengan pengembangan kurikulum pendidikan. Namun pembedanya adalah sasaran, isi, tujuan, implementasi, evaluasi dan pengguna kurikulum. Dengan demikian langkah-langkah penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan, yaitu: pertama, diagnosis kebutuhan atau Training Need Assessment (TNA); kedua perumusan tujuan; ketiga pemilihan dan pengorganisasian materi; keempat pemilihan dan pengorganisasian pengalaman belajar, dan pengembangan alat evaluasi.
2.5.1 Diagnosis Kebutuhan dan Training Need Assessment (TNA)
Mengidentifikasi, menganalisis dan mendiagnosis kebutuhan adalah langkah pertama dalam perumusan kurikulum, dengan fokus pada tiga hal, yaitu: 1) kebutuhan siswa atau peserta diklat (analisis individu), kebutuhan masyarakat atau tuntutan dunia kerja, atau tuntutan internal dan eksternal organisasi, 3) tuntutan kebijakan atau jabatan, atau harapan-harapan untuk menunjang kinerja jabatan sesuai standar kompetensi kerja jabatan tertentu berdasarkan ketentuan yang berlaku (Masykur, 2013: 89) Hasil identifikasi dari tiga hal tersebut selanjutnya didiagnosis untuk menjadi kebutuhan tujuan penyusunan kurikulum.
Sehubungan dengan diagnosis kebutuhan, dalam analisis kebutuhan peserta diklat dilakukan melalui Training Need Assessment (TNA) atau mempelajari job requirement atau tupoksi, baik secara individu, organisasi maupun jabatan. Menurut Camp et al. (1986) dan Tovey (1997) TNA merupakan analisis kebutuhan di tempat kerja untuk mengidentifikasi kesenjangan dan kebutuhan pelatihan, yang selanjutnya hasil temuan tersebut dirumuskan dalam kurikulum diklat, sehingga setelah mengikuti program diklat permasalahan yang menghambat pencapaian tujuan organisasi atau instansi diperbaiki (diagnosis), didukung oleh pendapat Sofo (1999), bahwa TNA bukan berfokus pada solution-based, tetapi fokus pada klarifikasi dan upaya pemenuhan kebutuhan pokok dalam penyusunan program pelatihan (dalam Maarif dan Lindawati, 2014:31)
Fungsi penting melakukan TNA, yaitu:1) untuk mengumpulkan informasi tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, 2) untuk mengumpulkan informasi tentang job content dan job context, 3) untuk mengidentifikasi kinerja standar dan kinerja aktual yang berguna, 4) untuk mengetahui keterlibatan semua pihak sebagai pemberi dukungan, 5) untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam perencanaan program diklat, 6) untuk mendiagnosis kesenjangan atau diskrepansi kinerja, selanjutnya hasil temuan tersebut menjadi kebutuhan penyusunan kurikulum diklat (ibid)
Bereferensi dari hasil TNA, selanjutnya penyelenggara diklat merencanakan dan merumuskan tujuan, materi diklat dan strategi pembelajaran. Keseluruhan kompetensi yang harus dicapai oleh peserta setelah mengikuti diklat dirumuskan dalam materi diklat. Sehingga problem kinerja dapat diselesaikan melalui pelatihan. Sebab pelatihan dan pengembangan adalah aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap (knowledge, skills, attitude), sehingga melalui TNA segala jenis kebutuhan dan kompetensi yang dibutuhkan dirumuskan dalam organisasi kurikulum pelatihan, yang selanjutnya dapat membantu organisasi atau instansi atau perusahan dalam menggunakan seluruh sumber daya dalam mewujudkan tujuan, selain itu arti penting TNA pula untuk menghindari kegiatan pelatihan yang tidak diperlukan (Maarif dan Lindawati, 2014:31).
Ada tiga model pendekatan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan, yaitu: pertama melalui survei. Model ini dapat diimplementasikan melalui wawancara dengan sejumlah tokoh internal dan eksternal organisasi terkait kebutuhan yang menunjang kinerja. Kedua studi kompetensi, yakni menganalisis sejumlah kompetensi kinerja nyata dengan kompetensi atau keterampilan yang seharusnya. Model yang ketiga adalah analisis tugas, yang menjadi fokusnya adalah mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik yang menunjang penyelesaian tugas-tugas seseorang.
Jadi diagnosis kebutuhan dan Training Need Assessment (TNA) dalam penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan adalah upaya mengidentifikasi sejumlah persoalan kinerja baik pada tingkat organisasi, individu maupun jabatan, hasil identifikasi menjadi kebutuhan untuk memperbaiki kesenjangan kinerja. Kebutuhan tersebut adalah kompetensi atau keterampilan baru. Menjawab hal itu, dirumuskan dalam tujuan kurikulum, sambil mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
2.5.2 Perumusan Tujuan
Langkah selanjutnya setelah melakukan melakukan Training Need Assessment (TNA) atau diagnosis kebutuhan adalah merumuskan tujuan kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) Hal penting yang dilakukan pada langkah ini adalah merumuskan secara jelas tujuan dan hasil diklat. Hasil diklat harus dapat diamati dan diukur secara spesifik.
Hasil diklat yang dimaksudkan adalah kompetensi kerja yang diperoleh peserta diklat setelah mengikuti program diklat, yakni kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dapat diamati dan diukur yang sesuai dengan standar yang ditetapkan (PERMENPANRB 2017)
Menurut Maarif dan Lindawati (2014:60), substansi perumusan tujuan kurikulum adalah mampu memberi manfaat untuk karyawan dan penyedia kerja; dari sudut karyawan, perubahan yang diinginkan adalah peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan yang dibutuhkan dalam mewujudkan kerja yang efektif dan pengembangan karir; sedangkan dari sudut pandang perusahaan atau penyedia kerja adalah tercapainya kinerja yang optimal dari hasil pelatihan yang telah dilakukan.
Mendukung pencapaian tujuan kurikulum diklat, Masykur (2013:90) menguraikan tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam penyusunan tujuan kurikulum adalah: 1) aspek kognitif, yang meliputi kemampuan-kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir; 2) aspek afektif, yang meliputi penguasaan dan pengembangan perasaan, sikap, minat dan nilai-nilai; 3) aspek psikomotorik berkaitan dengan penguasaan dan keterampilan-keterampilan motorik .
Agar harapan karyawan dan perusahan tercapai, perumusan tujuan kurikulum pendidikan dan pelatihan perlu memperhatikan secara seksama keterkaitan antara input, output,outcome sampai impact (Mangkuprawira, dalam Maarif dan Kartika (2014:60). Keterkaitan tersebut, sebagaimana dijelaskan pada gambar di bawah ini:
2.5.3 Penggoranisasian Kurikulum atau Materi Pembelajaran
Usai merumuskan tujuan kurikulum diklat, langkah selanjutnya adalah pengoranisisan kurikulum. Masykur (2013: 92) menguraikan, kegiatan pengornisasian kurikulum atau materi pembelajaran adalah berkenaan dengan kegiatan memilih, menilai, dan menentukan atau menetapkan materi yang diajarkan kepada peserta pendidikan dan pelatihan (diklat), mulai dari pokok-pokok, sub-pokok bahan ajar, uraian garis-garis besar, hingga ruang lingkup (scope) dan sequence (urutan) materi ajar sesuai jenjang dan jenis bidang diklat.
Termasuk dalam kegiatan pengorganisasian kurikulum adalah mempertimbangkan materi kurikulum dipelajari secara bertahap, berawal dari materi yang mudah, menuju yang kompleks, sesuai kesiapan peserta diklat (Sabda, 2016:200). Hal yang tidak kalah penting dalam menyusun pengornisasian kurikulum menurut Gall (1991) adalah memperhatikan hasil analisis kebutuhan atau TNA dan tujuan kurikulum, lalu dilanjutkan dengan menentukan anggaran biaya, membentuk tim, berupaya mendapatkan bahan sesuai kebutuhan dan tujuan, menganalisis, menilai dan memutus bahan ajar sebagai isi kurikulum, disebarkan, diimplementasikan dan memantau penggunaan materi pelajaran (dalam Elisa, 2021)
Masykur (2013: 92) dan Elisa (2021) menguraikan, materi kurikulum adalah seperangkat materi pembelajaran yang diajarkan kepada siswa atau peserta diklat, sehingga isi dari kegiatan tersebut implementasi isi dari kurikulum, isi kurikulum tersebut disusun dalam berbagai materi atau sub-materi diklat sesuai jenjang dan jenis diklat.
Perlu diperhatikan pula, dalam penyusunan pengorganisasian kurikulum harus memperhatikan scope (ruang lingkup) dan sequence (urutan) materi diklat. Ruang lingkup lingkup kurikulum berkaitan dengan keluasan dan kedalam materi kurikulum. Hal penting yang diperhatikan dalam menentukan scope materi adalah 1) Materi kurikulum harus dipilih berdasarkan kompetensi yang hendak dicapai oleh peserta program diklat 2) Materi kurikulum dipilih karena dianggap berguna dan sesuai kebutuhan peserta diklat saat ini dan selanjutnya; sedangkan urutan materi diklat harus mempertimbangkan: 1) bidang kerja atau lingkup kerja peserta diklat, taraf kebutuhan kompetensi, dan tingkat atau jenjang diklat (Masykur, 2013: 92) dan Elisa, 2021)
Dalam merumuskan tujuan diklat, yang meliputi kompetensi atau pengetahuan, keterampilan, sikap kinerja yang sesuai dengan deskripsi tanggung, dan seluruh komponen pelaksanaan diklat yang termuat dalam kurikulum diklat wajib memenuhi tuntutan standar badan akreditasi diklat di bidang yang sesuai dengan pelatihan (PP 2006). Hal ini dilakukan untuk menjamin mutu penyelenggaraan diklat mulai dari input, proses, dan output (PERKALAN 2015)
Termasuk pada tahap penggoranisasian kurikulum atau materi pembelajaran ini adalah membuat atau membentuk kerangka (format) kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat). Kerangka (format) kurikulum disebut sebagai rancang bangun pengembangan diklat yakni kegiatan sistematis atau mengurutkan, membuat atau menyusun keseluruhan struktur kerangka atau outline garis besar hal-hal yang dilaksanakan dalam program diklat,dengan tujuan memperbaiki gap antara kecakapan kerja yang dimiliki dengan tuntutan kinerja yang sebenarnya (Iswan, 2021:109 dan ibadjournals.com, 2021)
Dirangkum dari berbagai regulasi perundang-undangan dan petunjuk teknik kurikulum diklat, yang termasuk dalam Kerangka atau format kurikulum diklat adalah:1) memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang perlu dimiliki, 2) indikator pembelajaran, 3) bahan pokok pembelajaran, 4) sub-pokok pembelajaran, 5) metode pembelajaran, 6) media pembelajaran, 7) tutor atau pembimbing, 8) pelaksanaan dan alokasi jumlah pertemuan, 9) instrumen evaluasi, dan sebagainya.
Iswan (ibid) menguraikan, umumnya dalam pembuatan kerangka atau format kurikulum diklat, pengembang kurikulum diklat menerapkan model Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation (ADDIE). Model ADDIE dalam kerangka atau format kurikulum dijelaskan sebagai berikut (ibid):
Penyelenggaraan diklat harus berorientasi pada hasil. Untuk mengetahui pencapaian hasil dapat diidentifikasi dengan melakukan penilaian dan mengevaluasi kompetensi dan keterampilan kinerja masing-masing individu di tempat yang bersangkutan bekerja.
Merumuskan secara sistematis tujuan dan strategi pembelajaran yang dicapai peserta diklat. Tujuan dan strategi diimplementasikan dalam kegiatan atau program pembelajaran. Dalam kerangka suatu tujuan pembelajaran, ide-ide baru, keterampilan baru dan kompetensi baru dapat secara bersamaan dibentuk dan diciptakan.
Menentukan ranah pengembangan kompetensi dan fasilitas serta teknologi yang yang dibutuhkan
Menetapkan strategi yang diterapkan untuk mencapai hasil diklat. Misalnya menerapkan strategi strategi pembelajaran mandiri, pembelajaran sejawat, pembelajaran online dan portofolio, dengan memperhatikan kondisi tempat dan situasi selama pelaksanaan proses pembelajaran.
Menetapkan metode pengukuran hasil atau metode evaluasi untuk menilai kegiatan pendidikan dan pelatihan. Penilaian ini dapat berupa kuesioner, survei, wawancara, atau studi kasus.
Menetapkan kerangka atau format kurikulum sebagai acuan atau pedoman penyelenggaraan diklat untuk menciptakan program diklat yang efektif dan efisien. Contoh ini dapat dilihat di pelatihan Widyaiswara, bahwa akibat dari ketepatan dalam penyusunan materi pelatihan dan penentuan alat penilaian, peserta termotivasi karena materi pelatihan relevan dengan kebutuhan, posisi dan organisasi kerja pesertanya (ibid).
Dari uraian di atas disimpulkan, kerang atau format kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah garis-garis besar dari materi diklat atau outline yang disusun secara sistematis yang memuat) kerangka atau format umum materi diklat, 2) kerangka atau format kompetensi yang dicapai, 3) kerangka atau format umum uraian kegiatan, 4) kerangka atau format tujuan kegiatan,5) kerangka atau format output kegiatan, dan 6) kerangka atau format istrumen kegitan. Berikut adalah masing-masing salah satu contoh kerangka indikator pencapaian pelatihan kompetensi manajerial bidang pelayanan publik dan struktur kurikulum.
2.5.4 Pengorganisasian Pengalaman Belajar atau Strategi Pembelajaran
Pengalaman belajar dipahami sebagai seperangkat aktivitas atau usaha siswa atau peserta diklat untuk memperoleh pengetahuan atau informasi dan kompetensi baru sesuai yang dibutuhkan. Hal ini melekat pada tujuan dan hakikat pendidikan atau pendidikan dan pelatihan. Bahwasannya prinsip utama dilaksanakannya program diklat agar peserta program mendapatkan kompetensi dan pengalaman baru untuk memperbaiki kesenjangan kinerja.
Menciptakan pengalaman belajar erat kaitannya dengan penggunaan berbagai teknik pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan sasaran.Oleh karena pengorganisasian pengalaman belajar atau strategi pembelajaran hal tidak dapat dipisah pisahkan dalam penyusunan kurikulum diklat.
Menurut Masykur (2013: 92) pengalaman belajar siswa dapat diperoleh dari berbagai hal, seperti melalui pengalaman visual, suara, perabaan, penciuman dan sebagainya, sehingga dalam perumusan kurikulum diklat perlu memperhatikan dan mempertimbangan atau mengorganisakan karakteristik peserta, pembimbing atau instruktur, materi, tujuan, waktu, sumber belajar, fasilitas dan lingkungan yang dapat menciptakan penagalaman belajar peserta diklat.
2.5.5 Penggunaan Alat Evaluasi
Perumusan instrumen atau alat evaluasi menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisah pisahkan dalam kegiat an penyusunan kurikulum diklat. Pentingnya adalah agar dapat mengevaluasi dan menelaah kembali apakah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi erat kaitannya dengan penilaian.
Nugraha (2017) menguraikan ada empat jenis ranah evaluasi pendidikan dan pelatihan (diklat) yaitu (1) reaksi, (2) pembelajaran, (3) perilaku, dan (4) hasil. Masing-masing dijelaskan sebagai berikut: Pertama, evaluasi reaksi dapat dilakukan melalui survey untuk mengetahui perasaan peserta mengenai elemen penting dari program pelatihan itu sendiri. Kedua, evaluasi pembelajaran adalah kegiatan mengkonfirmasi kepada peserta diklat tentang sejauh mana peserta memahami dan mempelajari materi diklat. Ketiga, evaluasi perilaku, untuk mengkonfirmasi apakah peserta telah memiliki kompetensi yang baru dari materi yang telah dipelajari, dapat digunakan dalam menunjang kinerja, keempat, evaluasi hasil berkelanjutan, yakni akumulasi dari reaksi, pembelajaran dan perilaku, baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif dan untuk evaluasi hasil yang efektif dapat dilakukan melalui pekerjaan sesungguhnya.
Gagasan Nugraha (2017) di atas mengafirmasi pendapat Masykur (2013: 93), bahwa ada tiga komponen penting dalam penilaian yaitu, pengumpulan informasi, pembuatan pertimbangan, dan pembuatan keputusan; informasi baik berupa kualitatif maupun kuantitatif adalah bagian dari penilaian, yang selanjutnya dapat digunakan dalam pembuatan keputusan.
Dari uraian diatas disimpulkan, langkah-langkah penyusunan kurikulum diklat adalah kegiatan yang berkesinambungan dan melekat dalam satu kesatuan untuk mewujudkan pelatihan yang berkualitas. Namun perlu diperhatikan penyusunan kurikulum diklat dilakukan setelah analisis kebutuhan diklat (AKD).
2.6 Pokok-Pokok Penyusunan Kurikulum
Bagian ini membehas dua hal, yaitu: pertama Pokok-Pokok Penyusunan Kurikulum Pokok-Pokok Penyusunan Kurikulum, kedua prinsip-prinsip Penyusunan Kurikulum.
2.6.1 Pokok-pokok penyusunan kurikulum
Pokok-pokok penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) disebut juga sebagai Garis-gari Besar Program Pengajaran (GBPP) yang merumuskan tujuan dan isi pembelajaran.
Meski demikian, dalam perumusan GBPP tidak jauh berbeda dengan tahapan penyusunan kurikulum. Jika kurikulum merupakan bentuk komposisi Kompeten Dasar (KD) atau Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Standar Kompetensi (SK) atau Tujuan Instruksional Khusus (TIK) serta mata pelajaran inti dan topik kurikulum, maka GBPP merupakan pengaturan yang merinci deskripsi KD atau TIU, SK atau TIK, pokok mata pelajaran dan subpokok mata pelajaran, perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk setiap mata pelajaran,metode/atau strategi, peserta dan evaluasi (KPLN 1996).
2.6.2 Prinsip-Prinsip Penyusunan Kurikulum
Termasuk dalam penyusunan kurikulum dan pokok-pokok penyusunan kurikulum diklat harus memperhatikan beberapa prinsip penyusunan, yaitu: prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektivitas, prinsip fleksibilitas, prinsip filosofis, integritas, psikologis dan organisatoris. Masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
Prinsip Relevansi
Lubis (2015) dan Sabda (2016: 2017) menjelaskan, dalam penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) harus memenuhi dua unsur relevansi, yaitu relevansi intrinsik dan ekstrinsik. Relevansi ekstrinsik adalah kesesuaian tujuan, isi atau materi kurikulum, dan pengorganisasian pengalaman belajar dengan tuntutan atau kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistemologi), tuntutan kebutuhan peserta diklat (relevansi psikologis dan kompetensi) dan tuntutan untuk menjawab kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosiologis). Hal senada dijelaskan Maarif dan Lindawati (2014:70) bahwa kesesuaian antara materi pelatihan dengan perkembangan kebutuhan yang diinginkan atau materi yang up to date didukung dengan sarana dan metode penyampaian dapat memotivasi peserta untuk meningkatkan keterampilannya.
Meski demikian, tetap memperhatikan unsur yang melekat dalam kurikulum itu sendiri yakni unsur intrinsik. Bahwa dalam penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan harus memenuhi unsur instrik kurikulum, yaitu adanya kesesuain atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yakni tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian.
Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi berkaitan dengan upaya mendayagunakan sejumlah potensi, waktu, pembiayaan secara cermat dan optimal. Melalui prinsip efisiensi, kurikulum tidak hanya mengandung unsur ideal tetapi juga realistik dan praktis, sehingga dalam implementasinya, keterbatasan menjadi peluang untuk mendayagunakan sumber daya sesuai kondisi dan situasi (Lubis, 2015)
Prinsip Efektivitas
Prinsip efektivitas dalam penyusunan kurikulum tidak boleh mengabaikan hasil yang harus dicapai dalam pendidikan dan pelatihan. Meskipun pembiayaan murah dan kurikulum yang sederhana, namun hasil atau tujuan (goals) tetap diperhatikan secara serius (Lubis, 2015).
Keberhasil pelaksanaan kurikulum ini baik secara kualitas maupun kuantitas melekat pada empat aspek utama yaitu tujuan dilaksanakannya diklat, isi atau materi diklat, pengalaman belajar, dan penilaian diklat (ibid). Sehingga prinsip efektivitas dalam penyusunan kurikulum dan perhatian tidak dibenarkan bila mengabaikan empat unsur tersebut.
Prinsip Fleksibilitas
Lubis (2015) mengemukakan, bahwa dalam penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) perlu memperhatikan prinsip fleksibel, yang berkenaan dengan adanya kemungkinan penyesuaian dalam implementasi berdasarkan kondisi daerah, waktu, kemampuan dan latar belakang.
Termasuk dalam prinsip fekslibilatas adalah mempertimbanan keragamaan karakteristik pengalaman dan kebutuhan peserta diklat dan memberikan peluang kepada instruktur atau pengajar untuk mengembangkannya dalam pelaksanaan program diklat sesuai tuntutan kebutuhan peserta program diklat (Masykur, 2013 96) Meski demikian, tidak mengabaikan tujuan atau hasil yang akan dicapai.
Prinsip Integritas
Prinsip integritas yang dimaksudkan adalah berkenaan dengan keterpaduan. Misi dari prinsip ini adalah terbentuknya manusia yang utuh atau pribadi yang integral. Dalam penyusunan kurikulum dan pokok-pokok kurikulum diklat perlu mempertimbangan prinsip ini agar secara bersamaan terbentuknya pribadi yang memiliki: “1) keterampilan mengenal diri sendiri (self awareness) atau keterampilan personal (personal skill); (2) keterampilan berpikir rasional (thinking skill); (3). keterampilan sosial (social skill); (4). keterampilan akademik (academic skill); dan (5) keterampilan vokasional (vocational skill)” (Masykur, 2013:98)
Prinsip Filosofis
Labis (2015) menguraikan, prinsip atau landasan filosofis adalah hal tidak dilepas pisahkan dalam penyusunan kurikulum diklat. Landasan filosofi menuntut pengembangan kurikulum diklat untuk terlebih dahulu harus memiliki atau mengetahui filsafat yang dianut oleh calon peserta diklat. Tujuannya agar diperoleh gambaran tentang karakteristik pegawai atau calon peserta yang akan dibentuk.
Prinsip Psikologis
Pada dasarnya kurikulum bertujuan untuk membentuk atau mengubah perilaku, menciptakan pengetahuan, keterampilan atau kompetensi. Oleh karena itu, agar hasil dari kurikulum diklat dapat menciptakan atau membentuk perilaku, pengetahuan dan keterampilan atau kompetensi, maka pengembang kurikulum perlu terlebih dahulu perilaku kerja peserta diklat.
Lubis (2015) menguraikan dua hal yang paling penting untuk dipahami terkait prinsip atau landasan psikologis, yaitu (a) pengetahuan tentang perkembangan peserta pelatihan dan (b) pengetahuan tentang bagaimana orang belajar (psikologi belajar). Mengetahui dua hal sangat membantu dalam perancangan kurikulum pendidikan dan pelatihan, terutama dalam menentukan materi atau isi kurikulum, strategi pengajaran sesuai tujuan pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan (ibid)
Prinsip Organisatoris
Prinsip atau landasan organisatoris bertujuan agar perumus atau penyusun kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) mengetahui jenis atau tipe kurikulum yang hendak disampaikan kepada peserta diklat. Dari prinsip organisatoris penyusun kurikulum dapat memilih salah satu atau mengintegrasikan beberapa jenis penyajian materi.
Jenis kurikulum yang dimaksudkan adalah, kurikulum khusus mata pelajaran, kurikulum umum, kurikulum terpadu, kurikulum berbasis kompetensi (Lubis 2015). Masing-masing dijelaskan sebagai berikut: pertama, kurikulum khusus mata pelajaran, yaitu kurikulum program diklat yang terdiri dari materi pembelajaran yang terpisah satu sama lain dan tidak terkait dengan materi atau konten pembelajaran lainnya. Sehingga konsekuensinya, peserta pelatihan dituntut untuk mengambil lebih banyak program diklat. Kedua kurikulum umum, yaitu kurikulum yang cakupannya luas dan mengintegrasikan beberapa pelajaran ke dalam satu kurikulum; Ketiga, kurikulum terpadu, yaitu kurikulum komprehensif yang menggunakan berbagai mata pelajaran yang relevan dalam satu bidang studi atau bahan kajian untuk program diklat; keempat kurikulum berbasis kompetensi, fokus pada pengembangan kompetensi peserta program diklat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun kesimpulan dari hasil pembahasan makalah ini, bahwa kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) menjadi bagian penting dalam mewujudkan tujuan program diklat. Kurikulum diklat adalah kurikulum yang didesain secara spesifik yang memuat kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta diklat setelah mengikuti program diklat. Kopenti tersebut disusun berdasarkan analisis kebutuhan diklat dengan tetap berpendoman pada perautan perundangan perundangan-undangan yang berlaku melalui jenis dan bidang diklat.
Kurikulum diklat yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan diklat, harus memenuhi komponen dasar kurikulum, yaitu: 1) tujuan diklat, 2) isi atau materi diklat, 3) strategi pembelajaran diklat, 4) organisasi kurikulum diklat, dan 5) evaluasi diklat. Dari segi fungsi, kurikulum berperan sebagai: 1) alat untuk memandu pencapaian tujuan diklat sesuai kebutuhan peserta (the adjustive or adaptive function), 2) alat untuk menentukan jenis materi sesuai kebutuhan peserta diklat (the differentiating function), 3) alat pengontrol proses pendidikan dan pelatihan lanjutan (the diagnostic function), 4) pedoman mempersiapkan keseluruhan proses diklat (the propaedeutic function), 5) pedoman dalam menentukan atau memilih tenaga (pembimbing), materi, metode dan penilaian diktat (the selective function), 6) pedoman dalam mengintegrasikan seluruh komponen diklat sesuai kompetensi yang hendak dicapai oleh peserta diklat setelah mengikuti program diklat (the integrating function)
Dari aspek tujuan, kurikulum diklat berperan sebagai acuan spesifik dalam memenuhi kebutuhan kompetensi peserta diklat dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik . Perumusan tujuan dilakukan sebelum pelaksanaan program diklat dan setelah melakukan analisis kebutuhan. Sehingga dalam perumus kurikulum diklat, penting dilakukan berdasarkan langkah-langkah: 1) Merumuskan kurikulum berbasis kebutuhan dan Kompetensi sebagai tindak lanjut hasil Training Need Assessment (TNA); 2) Perumusan kurikulum merujuk pada regulasi berdasarkan bidang diklat; 3) Membuat kerangka atau format kurikulum secara sistematis, yang meliputi garis-garis besar materi pembelajaran diklat sesuai kebutuhan peserta diklat. Dalam membuat kerangka kurikulum ada sejumlah model yang dapat digunakan, salah satunya model Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation (ADDIE), selanjutnya membentuk kerangka evaluasi program diklat.
Perlu diperhatikan pula pokok-pokok penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan. Pokok atau prinsip yang diperhatikan oleh penyusun atau pengembangan kurikulum diklat adalah prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektivitas, prinsip fleksibilitas, prinsip filosofis, psikologis dan organisatoris.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan makalah ini, yang berpijak pada kajian teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu, bahwa kurikulum pendidikan dan pelatihan (diklat) akan sesuai dengan kebutuhan peserta diklat dan atau dapat membentuk kompetensi baru bila didahului oleh analisis kebutuhan diklat (AKD). Oleh karena itu penulis memberikan beberapa saran yang mungkin berguna dalam mewujudkan program diklat yang efektif dan efisien, yaitu: 1) perlu dilakukan penelitian melalui studi kasus atau kuantitatif dan kualitatif untuk melihat konsistensi antara AKD, kurikulum diklat, dan dampak atau hasil program diklat, 2) menyelidiki konsistensi antara materi diklat dengan tujuan diklat.
Meskipun penulis sudah berusaha untuk menyempurnakan susunan makalah ini, namun nyatanya masih memiliki banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, penulis membutuhkan berbagai kritikan, masukan dan saran yang membangun dari dari pembaca.
DIPUBLIKASI, 5 DESEMBER 2022
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Richard. 2018. Evaluasi Implementasi Kurikulum Pada Lembaga Kursus Dan Pelatihan Program Menjahit Di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah. Vol.2.No.2. https://journal.uny.ac.id/index.php/jurnaldiklus/article/view/23656/11766. Diunduh pada 6 Oktober 2022.
Anonim (ibadjournals.com) 2021. Kerangka Dasar Kurikulum 2022 Sekolah Penggerak. https://www.ibadjournals.com/2021/12/kerangka-dasar-kurikulum-2022-sekolah. Diakses pada 8 Oktober 2022.
Baksir dan Joko Sudarsono. 2014. Konsep dan Karakteristik Manajemen Kurikulum. Manajemen Kurikulum (dalam Dinn Wahyudin): Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Elisa, Edi. 2021. Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum. https://educhannel.id/blog/artikel/langkah-langkah-pengembangan-kurikulum.html. Diakses pada 13 Oktober 2022.
Hendrianto, Ramul dan Lily Apriana. 2014. Pengembangan Komponen Kurikulum. Manajemen Kurikulum (dalam Dinn Wahyudin): Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Asep Iwa. 2018. Analisis Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat): Teori dan Praktik. Bandung: Alqaprint Jatinangor.
Isjuandi dan Anan Sutisna. 2017. Evaluasi Program Pendidikan Dan Pelatihan Calon Kepala Sekolah Di Kabupaten Kayong Utara Provinsi Kalimantan Barat (Studi Evaluatif Model CIPPO Pasca Pendidikan dan Pelatihan). Jurnal Evaluasi Pendidikan- Universitas Negeri Jakarta. Volume 8, Nomor 2. https://doi.org/10.21009/JEP.082.04. Diunduh pada 7 Oktober 2022.
Iswan. 2021. Manajemen Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Lubis, Abu Samman. 2015. Merancang Kurikulum Diklat Yang Berkualitas Seperti Apa? https://bppk.kemenkeu.go.id/. https://bppk.kemenkeu.go.id/content/berita/balai-diklat-keuangan-malang-merancang-kurikulum-diklat-yang-berkualitas-seperti-apa-2019-11-05-3c15d082/. Diakes pada 8 Oktober 2022
Maarif, Syamsul dan Lindawati Kartika. 2014. Manajemen Pelatihan: Upaya Mewujudkan Kinerja Unggul dan Pemahaman Employee Engagement. Bogor: PT IPM Press.
Masyhur, Budi Ahmad. 2019. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Untuk Meningkatkan Pemahaman Guru Tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Journal Civics and Social Studies. Volume 3.No.1. https://journal.institutpendidikan.ac.id/index.php/journalcss/article/view/589/488. Diunduh pada 6 Oktober 2022.
Masykur. 2013. Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum. Bandar Lampung: AURA CV. Anugrah Utama Raharja.
Nugraha, Firman. 2017. Pendidikan dan Pelatihan: Konsep dan Implementasi dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta Pusat: Litbangdiklat Press.
Nurhajati, Widi Asih dan Bachtiar Sjaiful Bachri. 2017. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Berbasis Kompetensi Dalam Membangun Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jurnal Pendidikan (Teori dan Praktik) Volume 2 Nomor 2. http://dx.doi.org/10.26740/jp.v2n2.p156-164. Diakses pada 8 Oktober 2022.
Noer, Muhammad. 2019. Kurikulum Pelatihan Karyawan, Definisi dan Contohnya. https://presenta.co.id/seputar-pelatihan/kurikulum-pelatihan-karyawan/. Diakses pada 8 Oktober 2022.
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. 2000 Jakarta: Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (SPKN). 2006. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (PERKALAN) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pedomoan Penyelenggaran Pendidikan dan Pelatihan Teknis Analisis Kebutuhan Pendidikan dan Pelatihan. 2013. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPAN RB) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya 2014 Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (PERKALAN) Nomor 20 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV. 2015. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (PERKALAN) Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Auditor Kepegawaian. Jakarta: Direktur Jenderal Peraturan Perundang- Undangan Kemenkumham Republik Indonesia,
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PERMENPAN RB) Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2017 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. 2017. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Peraturan Direktur Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 24907/B.B13/HK/2018 Tentang Petunjuk Teknis Pendidikan Dan Pelatihan Fungsional Calon Pengawas Sekolah Dan Pendidikan Dan Pelatihan Penguatan Kompetensi Pengawas Sekolah. 2018 Jakarta: Dirjen GTK Kemendikbud Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (PERKALAN) Nomor 10 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Fungsional Widyaiswara Melalui Penyesuaian/Inpassing. 2017. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Negara (KPLN) Nomor 280/IX/6/4/1996 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum, Garis-Garis Besar Program Pengajaran dan Bahan Pendidikan dan Pelatihan Bagi Diklat Teknis dan Diklat Fungsional. 1996. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Panduan Pelatihan Revolusi Mental Bagi ASN Angkatan I Tahun 2018. Jakarta: Pusdiklat Kemendikbud. https://pusdiklat.kemdikbud.go.id/panduan-lat-teknis/. Diunduh pada 10 Oktober 2022.
Priyono dan Marnis. 2008 Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Zifatama Publisher.
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sarinah. 2012. Pengantar Kurikulum.Yogyakarta: Group Penerbitan CV Budi Utama.
Sabda, Syaifuddin.2016. Pengembangan Kurikulum (Tinjauan Teoritis). Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Supomo dan Nurhayati. 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia.Bandung: Yrama Widya.