-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Menggagas Bengkel Budaya || Feliks Hatam ID

| Selasa, September 28, 2021 WIB Last Updated 2022-12-04T19:26:47Z


EDY FELIKS HATAM


Dasar Gagasan

Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) patut berbangga dengan keistimewaan alam dan budaya yang mempesona dan menarik perhatian dunia.  Bayangkan saja, pada akhir tahun 2016 lalu ada 882.395 wisatawan yang telah menginjakkan kaki di bumi NTT, dengan rincian 769.962 wisatawan Nusantara dan 112.433 wisatawan manca Negara.  Jumlah ini mengalami peningkatan 20% dari tahun sebelumnya (beritalima.com).

Data lain yang menarik perhatian adalah jumlah wisatawan yang masuk melalui Labuan Bajo sampai akhir November 2016 adalah 65.000 (beritalima.com). Apalagi dengan kunjungan Valentino Rossi di Labuan Bajo pada tanggal 23 Januari 2017.  Kunjungan pembalap Motto GP asal Italia ini patut diapresiasi, lantas tokoh ini sebagai salah satu figure yang mendunia.  Secara tidak langsung kedatangannya sebagai salah satu bentuk promosi dan meyakinkan dunia akan keindahan alam NTT.

Meningkatnya kunjungan wisatawan di NTT adalah kebanggaan dan  harus menjadi cita-cita semua pihak. Oleh karena itu keunikan dan kekayaan alam janganlah dijadikan satu-satunya alat untuk merangsang jiwa para wisatawan, namun perlu memikirkan aset-aset lain yang perlu diperhatikan secara serius. Aset yang dimaksudkan adalah budaya, termasuk infrastruktur dan jaringan komunikasi sabagai sarana penunjang.

Budaya atau kearifan lokal dan kekayaan alam harus menjadi satu paket untuk memberikan kepuasan kepada wisatawan. Memang kita akui, selama ini begitu banyak momen yang mementaskan berbagai macam tarian budaya di seluruh pelosok NTT ini. Tetapi hal semacam itu hanya bersifat momentum, yang hanya disaksikan oleh kita sendiri. Tidak ada respek yang luar biasa dari setiap kesempatan itu. Karena sifatnya momentum, maka mereka yang mengambil bagian dalam kesempatan itu, hanya ada dan hadir saat itu saja.

Maka dengan demikian, bengkel budaya penting untuk menciptakan keunikan baru yang memberi kepuasan bagi para pengunjung di wilayah NTT.

Bengkel Kebudayaan

Kamus Bahasa Indonesia (E-Kamus) mengartikan bengkel sebagai:  tempat memperbaiki, pabrik kecil, tempat tukang bekerja, tempat berlatih, tempat melakukan kegiatan pasti.  Sehingga ketika disebut sebagai bengkel budaya dapat diartikan sebagai berikut : a. tempat menumbuhkan kembali (pabrik) budaya atau kearifan yang terancam hilang, b tempat menciptakan atau menumbuhkan semangat kebudayaan, c. tempat mempertahankan dan mewariskan nilai kebudayaan.

Bengkel kebudayaan sebagai tempat lahir dan bertumbuh serta berkembangnya wawasan kebudayaan dalam diri setiap orang. Sekaligus wahana melahirkan diri dan pribadi yang sangat mencintai kebudayaan.

Tempat Strategis Mengagas Bengkel Kebudayaan

Pendidikan

Penanaman nilai-nilai budaya kepada setiap generasi menjadi hal sangat urgen di tengah perubahan zaman yang tidak ada batasnya. Karena itu, sangatlah penting keterlibatan lembaga pendidikan, baik SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi untuk terus menghidupkan nilai-nilai budaya. Sehingga pada akhirnya membentuk kecerdasan budaya (skill culture) kepada semua generasi. Kemajuan di berbagai bidang pengetahuan menuntut lembaga pendidikan untuk terus menjadi wahana pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkarakter.

Pendidikan sebagai lembaga formal adalah rahim yang melahirkan  manusia Indonesia bermoral, berpengetahuan, bereligius dan berbudaya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 ayat 2, Bab III Pasl 4 ayat 1) menegaskan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman; Dengan demikian pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskirimtif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultrual dan kemajemukan bangsa. Sehingga spirit Bhineka Tungga Ika harus menyata dalam dunia pendidikan.  Artinya tampa ragu dan cemas setiap jenjang pendidikan mempunyai ruang dan tanggung jawab untuk mengembangkan dan mewariskan nilai-nilai budaya lokal melalui proses pembelajaran.

Tentu patut diapresiasi bagi lembaga pendidikan yang telah berusaha dan mengambil peran aktif untuk mewariskan nilai-nilai budaya kepada setiap generasi melalui penerbitan buku muatan lokal, pementasan budaya dan lain sebagainya.

Tidak salah, jika setiap jenjang pendidikan memanfaatkan Muatan Lokal sebagai ruang khusus untuk membelajarkan setiap insan terdidik akan nilai-nilai budaya lokal. Selain itu pertahankan dan kembangkan ruang publik sebagai ruang kelas terbuka untuk mengembangkan dan mewariskan nilai-nilai budaya. Ruang kelas terbuka tersebut dapat dilaksanakan melalui pementasan budaya pada setiap momen kenegaraan seperti Hari Pendidikan Nasional, Hari Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan, Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI dan ulang tahun sekolah. Memang, selama ini sebagian besar di Manggarai (dan di daerah lain) selalu sering mementaskan budaya, seperti dalam rangka memeriahkan HUT Kemerdekaan RI, Sumpah Pemuda dan pada kesempatan lainnya. Namun, akan lebih bermakna lagi jika pementasan itu tidak hanya jenis tarian yang sama, tetapi juga berbagai tarian lainnya.

Selanjutnya, tidak hanya dipentaskan, tetapi juga pihak-pihak yang bertanggungjawab mengahadirkan mentor yang berkompeten untuk membimbing dan menjelaskan  nilai-nilai holistik dari setiap jenis tarian atau gerakan budaya yang dipentaskan. Tentu salah satunya adalah tokoh-tokoh adat. Sebab kita yakin bahwa, tidak semua orang mengetahui makna dan nilai dari semua tarian-tarian budaya itu. Di sinilah pentingnya komentator untuk menjelaskan dan mempublikasikan pengetahuannya secara terbuka. Hal positif lain yang kita dapat di sini adalah penjelasan tersebut tidak hanya didengar oleh mereka memperagakan tetapi juga bagi mereka yang turut hadir dalam pementasan itu.

Pemerintah Yang Memberdayakan

Dengan demikian, baik lambaga pendidikan dan pemerintah harus dan terus menjalin komunikasi intens dengan masyarakat yang mempunyai keahlian khusus dalam menghasilkan karya-karya lokal. Semisal bagi masyarakat yang menpunyai keahlian dalam menenun kain daerah (seperti kain songke untuk Manggarai, selendang dan topi), membuat alat musik tradisional (seperti, gendang, suling, dll), dan lain-lain.

Pemerintah adalah unsur sentral yang mengambil peran sebagai mediator sekaligus sponsor. Sebagai mediator pemerintah mengambil peran penting dalam (1) membuka bengkel-bengkel budaya, minimal dua di setiap desa atau kelurahan, (2) melegalisasikan seluruh bengkel budaya sebagai tempat dan sumber kebudayaan, (3) menjalin komunikasi intens dengan seluruh bengkel budaya yang sudah dibentuk dan berbadan hukum. Selain itu, dalam rangka mengembangkan bengkel budaya tersebut harus dimuatkan dalam Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD). Prinsipnya adalah menyumbangkan uang untuk menghasilkan uang, (4) mempromosikan macam-macam praktek kebudayaan yang memiliki nilai holistik kepada wisatawan oleh lembaga terkait, (5) Pementasan budaya, pameran budaya, seperti tenun masal, memainkan alat musik secara masal harus dijadwalkan secara tetap setiap tahun. Dengan menghadirkan tokoh-tokoh yang berpengetahuan untuk menjelaskan kepada public tentang makna dan nilai budaya itu sendiri. Penjadwalan yang tetap tersebut akan dipublikasikan kepada publik bersamaan dengan mempromosikan kekeyaan alam. Oleh karena itu, agar jadwalnya tidak bersamaan di setiap kabupaten, sebaiknya diatur oleh Pemerintah Propinsi.

Melanjutkan komunikasi dan relasi itu, pihak-pihak berwajib menyelenggarakan belajar tenun masal yang pesertanya adalah masyarakat yang mempunyai keahlian dan siswa-siswi atau kaum muda. Di sekolah misalnya menyelenggkan live in di daerah yang mempuyai potensi menghasilkan kain daereh (keahlian menenun) dan potensi menghasilkan alat musik tradisional. Tentu hal ini tidak hanya membelajarkan kaum muda tetapi sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat untuk tetap dan terus mewariskan keahliannya kepada manusia selanjutnya.

Masyarakat

Masyarakat adalah locus istimewa serta sumber kebudayaan atau kekayaan lokal. Sungguh menarik bila di setiap kampung atau desa mengembangkan salah satu (syukur kalau lebih) kearifan lokal. Memang saat ini ada begitu banyak sanggar-sanggar budaya. Namun belum mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, dan dari segi manajemen pemasaran masih kurang.


Bengkel Budaya : Jejaring Pementasan Mengurangi Pengangguran


a. Membangun Jejaring Dilegalkan Dalam Perda 

Mengenai tempat dan waktu pementasan harus diatur secara bijak dalam peraturan daerah, baik dari segi legalitas tempat pementasan maun pun hal teknis dan peserta.
Semisal, di Manggarai atau daerah lainnya di NTT yang mempunyai beberapa aset wisata. Dapat diatur atau ditetapkan sebagai berikut :

Bandara dan Darmaga :

Bandara dan dermaga adalah tempat masuk dan keluarnya para tamu. Di sini dapat disediakan bengkel budaya. Kegiatan rutin mereka adalah mementaskan beberapa tarian daerah, yang sekaligus sebagai tarian penjemputan para tamu. Selain itu memamerkan berbagai hasil karya yang khas, sebagai cendra mata. Harga dan ketentuan lainnya diatur dalam PERDA.

Tempat Pariwisata :

Misalkan ada lima tempat wisata yang menjadi sasaran para wisatawan. Di setiap tempat tersebut harus ditetapkan secara permanen tentang tarian dan karya yang dipamerkan. Usahakan di setiap titik harus menampilkan tarian dan karya yang beragam. Sehingga para wisatawan, tidak hanya datang untuk menikmati kekayaan alam NTT, tetapi juga keragaman budaya di NTT.

Upah yang harus dibayar oleh para penikmat tarian dan jasa para aktor budaya tersebut diatur dalam PERDA. Pentingnya PERDA adalah untuk mengatur ruang gerak para aktor budaya di setiap titik pementasan, agar tidak memungut biaya sesuka hati. Selain itu, agar adanya sumbangan terhadap penambahan pendapatan daerah.

Bekerja Sama Dengan Para Pengusaha:

Pengusaha yang dimaksudkan adalah para pemilik hotel. Hotel sebagai tempat strategis untuk mempromosikan hasil karya masyarakat pribumi. Hubungan kerja sama antar lembaga pemerintah dengan lembaga swasta ini harus dilaksanakan secara matang, agar tidak ada yang dirugikan.

Festival Budaya:

Sebagaimana yang dijelaskan pada halaman sebelumnya, bahwa  festival budaya adalah ruang pembelajaran yang terbuka untuk umum. Pada momen ini, seluruh jenis tarian dan hasil karya masyarakat dipertontonkan di ruang publik. Termasuk misalnya, festival tenun, anyaman, dan lain sebagainya.

Di setiap daerah harus ditetapkan secara tetap, tentang tanggal dan waktu pelaksanaan festival tersebut. Oleh karena itu, tentang tanggal atau bulan pelaksanaan festival di setiap daerah diatur dan ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi.

b. Bengkel Budaya : Mengurangi Pengangguran

Membentuk, melegalisasikan, dan di manajemen secara baik serta transparan  adanya bengkel budaya sebagai lapangan kerja baru yang terbuka bagi semua orang.  Selanjutnya, bengkel budaya sabagai sarana atau wadah untuk menggugah atau memotivasikan semua pihak untuk mengambil bagian dalam pelestarian budaya.  Mengambil bagian secara aktif dalam mempertahankan budaya, berarti ikut  secara aktif pula dalam mempertontonkan budaya dan karya-karya lokal lainnya kepada wisatawan.
Adanya dorongan untuk mempromosikan kekayaan budaya melalui bengkel budaya adalah sedikit demi sedikit mengurangi pengangguran. Dengan kurang atau menurunnya pengangguran, maka adanya peningkatan ekonomi. Adanya peningkatan ekonomi, maka berakibat pada meningkatnya Pendapatan Daerah (PD). Bila semuanya berjalan sesuai harapan, maka lambat laun terciptanya masyarakat mandiri, yang bertumbuh dalam ekonomi kreatif.


***
*)Artikel ini sudah dipublikasian di florespost.co, pada 28 Maret 2017 

Penulis |  Edy Feliks Hatam

Iklan

×
Berita Terbaru Update